Rekam jejak yang dimaksud, yaitu program kerja pemberantasan korupsi, konsep penanganan perkara, dan model pemberian hukuman kepada koruptor.
"Bisa dilihat rekam jejak yang bersangkutan dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi seperti apa, apakah yang bersangkutan memang benar-benar memahami bagaimana konsep dari penanganan perkara korupsi atau tidak," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com, Jumat (12/7/2019).
Selain itu, lanjut Kurnia, pansel juga perlu menelusuri apakah dari 192 pendaftar capim KPK periode 2019-2023 tersebut memiliki rancangan tentang pemberian efek jera terhadap koruptor.
Ia menambahkan, penulusuran tersebut tidak terbatas pada calon dari instansi tertentu, tetapi seluruh calon.
"Dan yang paling penting adalah pansel harus bisa menciptakan KPK yang bisa menjaga independensinya. Capim yang lolos ke tahap-tahap selanjutnya harus bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, bukan hanya lembaganya saja, melainkan pegawai KPK-nya juga," ungkap Kurnia kemudian.
Pansel capim KPK, seperti diungkapkan Kurnia, memiliki tugas yang berat karena peserta yang lolos tahap pertama berlatar belakang pekerjaan yang beragam, mulai dari advokat, akademisi, hingga komisioner KPK saat ini.
Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pansel guna memastikan figur yang mencalonkan menjadi pimpinan lembaga antirasuah dapat membawa agenda-agenda menguatkan KPK.
Seperti diketahui, pansel capim KPK meloloskan 192 capim dari 384 yang mendaftar. Selanjutnya, mereka akan mengikuti uji kompetensi, terdiri atas tes obyektif dan penulisan makalah pada 18 juli.
Kemudian hasil uji kompetensi akan diumumkan 25 juli, lalu disusul tes psikologi, kesehatan, penilaian profil, dan uji publik serta wawancara.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/12/16201591/icw-harapkan-pansel-telisik-program-antikorupsi-dari-192-capim-kpk