Sebab, pelaksanaan penyadapan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang menjadi wewenang KPK dikecualikan dalam draf RUU Penyadapan.
"RUU Penyadapan tidak akan memangkas kewenangan KPK. Sudah clear dalam draf yang kita susun," ujar Totok dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/10/2019).
Berdasarkan draf RUU Penyadapan per 2 Juli 2019, Pasal 5 mengatur tiga ketentuan pelaksanaan penyadapan.
Pertama, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Kedua, penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan.
Dan ketiga, pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan oleh Kejaksaan Agung dengan lembaga peradilan.
Kemudian Pasal 6 ayat (1) menyatakan, pelaksanaan penyadapan dilakukan pada tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Namun, dalam Pasal 6 ayat (3), dinyatakan bahwa seluruh ketentuan tersebut tidak berlaku bagi pelaksanaan penyadapan yang dilakukan oleh KPK.
"DPR merasa perlu menyusun UU Penyadapan yang mengatur penyadapan, dikecualikan KPK," kata Totok.
Adapun, ketentuan pelaksanaan penyadapan mencakup pada kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan, perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang, penyeludupan, pencucian dan/atau pemalsuan uang, psikotropika dan/atau narkotika, penambangan tanpa izin, penangkapan ikan tanpa izin, kepabeanan dan perusakan hutan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/09/16470251/wakil-ketua-baleg-dpr-ruu-kecualikan-penyadapan-oleh-kpk