Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, Bab VII menggunakan judul "Tindak Pidana terhadap Agama dan Kehidupan Beragama".
Menurut dia, judul itu tidak tepat karena menjadikan agama sebagai subyek hukum. Isnur menilai, yang seharusnya menjadi subyek hukum bukan agama, melainkan penganut agama.
"Judul ini salah secara bahasa maupun konsep. Seharusnya agama tidak dapat menjadi subyek hukum, subyek hukum yang perlu dilindungi adalah penganut agama," ujar Isnur saat dihubungi wartawan, Selasa (2/7/2019).
RUU KUHP masih dibahas di DPR bersama pemerintah.
RUU yang pembahasannya sudah berlangsung selama empat tahun itu ditargetkan selesai pada pertengahan Juli.
Namun, RUU KUHP menuai polemik karena adanya sejumlah pasal yang dianggap bermasalah.
Isnur mengatakan, menempatkan agama sebagai subyek hukum akan menimbulkan persoalan karena agama tidak dapat mewakili dirinya sendiri dalam proses hukum.
Di sisi lain, ada beragam keyakinan atau tafsir keagamaan, bahkan di dalam satu agama.
Dengan begitu, menurut Isnur, negara bisa disebut diskriminatif apabila hanya menggunakan satu tafsir agama sebagai dasar terkait tindak pidana terhadap agama.
"Mengingat adanya keragaman terkait keyakinan keagamaan, bahkan di dalam satu agama maka apabila negara mendengar dan mengambil satu tafsir agama artinya negara telah berlaku diskriminatif," kata Isnur.
https://nasional.kompas.com/read/2019/07/03/00084941/soal-ruu-kuhp-ylbhi-agama-tak-dapat-jadi-subyek-hukum