Majelis Hakim juga menyinggung argumen ahli yang dibawa tim hukum Prabowo-Sandiaga, Jaswar Koto, mengenai hal itu.
Adapun tim hukum Prabowo-Sandiaga mempersoalkan perbedaan suara sah pilpres dan DPD di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang berbeda jauh.
"Setelah Mahkamah memeriksa, kenapa pemohon memilih hasil pemilihan DPD dan gubernur sebagai angka pembanding dengan pilpres? Padahal dalam konteks pemilu serentak, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan hasil pemilihan DPR di masing provinsi," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan sengketa pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (27/6/2019).
Arief mengatakan, dalam konteks pemilu serentak, hasil pilpres tidak bisa dibandingkan dengan pileg DPD. Sebab, kedua jenis pemilu tersebut berada pada tingkatan berbeda.
Pemilih pada pileg DPD hanya berasal dari provinsi tersebut, sedangkan pilpres tidak. Seharusnya, hasil pilpres dibandingkan dengan pileg DPR yang sama-sama tingkat nasional.
"Ketika pertanyaan ini diajukan ke ahli pemohon Jaswar Koto, secara sederhana yang bersangkutan menyebut tidak memiliki data mengenai hasil pemilu DPR. Padahal semua data dari hasil pemilu serentak tersedia sebagaimana halnya ketersediaan data pilpres dan pileg DPD," kata Arief.
Menurut Majelis Hakim, alasan Jaswar Koto yang tidak memiliki data hasil pileg DPR untuk dibandingkan tidak beralasan.
Majelis Hakim juga beranggapan pendapat ahli Jaswar Koto meruntuhkan argumen tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam gugatannya.
"Menyebabkan seluruh bangunan argumentasi ahli pemohon sulit dipertahankan. Akibatnya hal itu berlaku pada dalil pemohon yang di dalam pemohonannya menggunakan logika yang persis sama dengan logika yang diajukan oleh ahli pemohon," ujar Arief.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/27/18112011/mk-pertanyakan-ahli-prabowo-sandiaga-yang-bandingkan-hasil-pilpres-dengan