Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, terdapat 52 kasus hoaks pada 2018. Sementara, selama Januari-Juni 2019 sudah terdapat 51 kasus.
"Untuk 2019, Januari sampai Juni, itu ada 51 kasus, ada 32 kasus yang selesai. Artinya ada peningkatan di situ. Kalau tahun lalu itu satu tahun 52 kasus. Tahun ini dari Januari sampai Juni ada 51 kasus," ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).
Sementara itu, terdapat 1.271 kasus pencemaran nama baik selama tahun 2018, dengan 556 di antaranya sudah selesai diusut.
Sementara, sebanyak 657 kasus ditangani terkait pencemaran nama baik pada 2019.
Selanjutnya, terkait kasus ujaran kebencian. Dedi mengatakan, sepanjang 2018, terdapat 255 kasus ujaran kebencian dengan 118 di antaranya sudah selesai.
Di sisi lain, polisi mencatat ada 101 kasus ujaran kebencian.
"Untuk pencemaran nama baik itu 657 kasus, ujaran kebencian 101 kasus di tahun 2019 yang ditangani Direktorat Siber (Bareskrim Polri) dan Polda," kata Dedi.
Selama ini, polisi sudah melakukan patroli siber di dunia maya secara periodik bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Langkah ini merupakan langkah mitigasi terhadap akun-akun yang menyebarkan konten hoaks, provokatif, ujaran kebencian, dan mengandung SARA.
Literasi digital yang dilakukan berbagai lembaga juga termasuk dalam langkah mitigasi.
Jika akun-akun tersebut terus menyebarkan hoaks, polisi akan melakukan upaya penegakan hukum.
Dalam upaya penegakan hukum, penyidik akan menggali alat bukti dari pelaku, misalnya dari media sosial yang digunakan untuk menyebarkan hoaks.
Setelah itu, penyidik akan menggali alat atau medium yang digunakan untuk menyebar hoaks.
Jika pelaku menggunakan telepon genggam, penyidik akan mendalami rekam jejaknya melalui Laboratorium Forensik Digital.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/26/16453731/catatan-polri-kasus-terkait-hoaks-tahun-ini-meningkat-dibanding-2018