Hal itu disampaikan Eddy saat menjadi mengisi sebuah diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (24/6/2019).
"Pemilu 2019 ini adalah masa yang melelahkan karena berbeda dengen Pemilu 2014. Perbedaannya adalah pilpres dan pileg menjadi satu, akibatnya terjadi kebingungan dan kepentingan pada parpol," ujar Eddy.
Eddy mengungkapkan, partainya, yang merupakan salah satu pasangan pengusung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menghadapi dilema.
Dilema itu antara berjuang memenangkan partai atau Prabowo-Sandiaga.
Eddy, yang maju sebagai caleg dari Daerah Pemilihan Jawa Barat III yang meliputi Kabupaten Cianjur dan Kota Bogor, mengaku memiliki beban untuk memperjuangkan Prabowo-Sandiaga, elektabilitas PAN, dan keterpilihannya sebagai caleg.
"Saya sebagai caleg juga bingung apakah harus memperjuangkan diri saya sebagai representasi partai atau memperjuangkan calon yang diusung di pilpres," ujar Eddy.
"Selain itu juga terjadi konflik kepentingan, seluruh parpol pengusung Prabowo-Sandiaga kami solid. Tapi, jika berbicara tentang legislatif, kita sikut-sikutan," lanjut dia.
Ia juga menyebut efek ekor jas pada pilpres hanya menguntungkan Gerindra. Hal itu ia alami saat kampanye sebagai caleg.
"Ketika saya promosikan Prabowo, ayo dukung Prabowo, yang naik bukan suaranya PAN, melainkan Gerindra," kata dia.
Oleh karena itu, Eddy menyimpulkan bahwa Pemilu 2019 sangat melelahkan karena dilema dan dihadapkan pada kepentingan politik antara pilpres dan pileg.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/24/14000561/ketika-saya-promosikan-prabowo-yang-naik-bukan-suaranya-pan-tetapi-gerindra