KOMPAS.com – Program-program hiburan di berbagai stasiun televisi sebagian masih berisi konten-konten yang sifatnya ekploitatif.
Misalnya, hiburan yang menampilkan gimik drama, caci-maki, menertawakan kelemahan orang lain, memanfaatkan ketakutan orang lain sebagai bahan komedi, dan sebagainya.
Konten-konten semacam ini tidak hanya terlihat waktu-waktu tertentu, melainkan sepanjang tahun. Hal-hal yang sifatnya tidak mendidik tersebut rupanya menjadi masalah program-program televisi saat ini.
Komisioner KPI bidang Isi Siaran Nuning Rodiyah menyebutkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan konten atau muatan program televisi yang tidak mendidik bertahan dan seolah-olah membudaya.
Berikut paparannya:
Persaingan industri
Tidak bisa dipungkiri, pertumbuhan media penyiaran, khususnya televisi, saat ini begitu pesat. Jumlah saluran televisi saat ini sudah lebih banyak jika dibandingkan dengan 10 atau 15 tahun lalu.
Hal itu tentu memiliki implikasi secara langsung kepada para pelakunya. Mereka akan bersaing untuk menarik minat audiens menyaksikan program yang diproduksi.
"Persaingan industri merebut penonton, karena data kepemirsaan menunjukkan tren meningkat apabila konten mengandung unsur yang 'eksploitatif' sehingga (media) akan berlomba-lomba membuat tren semisal,' kata Nuning.
Rating dan share
Indikator bisnis media dapat diketahui dari tingginya angka rating dan share yang mereka dapatkan. Angka ini akan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya pengiklan yang memasukkan produknya di program mereka.
Iklan ini menjadi salah satu pemasok uang terbesar bagi media. Jadi, tidak mengherankan apabila media televisi dalam hal ini berlomba membuat program yang menarik sehingga angka rating dan share mereka tinggi.
"Perebutan rating dan share ini semakin kecil average pembagiannya, karena makin banyaknya jumlah televisi sehingga semakin sedikit peluang menghadirkan program siaran alternative. Idealnya semakin banyak TV semakin banyak pilihan program siaran yang ditonton," kata Nuning.
Menuruti pasar
Faktor terakhir yang juga masih berkaitan dengan faktor-faktor sebelumnya, adalah pilihan media untuk menuruti selera pasar.
Dari sekian banyak ragam pilihan program televisi, Nuning menuturkan, sebagian besar audiens menyukai program-program hiburan yang ringan, dibandingkan dengan program informatif.
"Membaca pola dan selera penonton atas program siaran yang 63 persen cenderung menyukai program hiburan dibanding program yang lainnya semisal berita, informasi, dan religi," ucapnya.
Dengan memenuhi permintaan pasar atau khalayak, maka program yang mereka buat akan mendapat angka rating dan share tinggi. Jika sudah begitu, mereka akan mendapatkan banyak pemasukan dari pengiklan yang berharap juga mendapat imbas baik dari banyaknya penonton di program tersebut.
Begitulah siklus industri media berjalan. Sayangnya, untuk mendapatkan atensi publik banyak produsen yang rela mengesampingkan nilai dan menyajikan konten yang tidak mendidik kepada khalayaknya. Ini lah yang terjadi, bahkan hingga hari ini.
Bagaimana menghentikannya?
Melihat siklus dan pola-pola ini, KPI sebagai badan yang memiliki otoritas mengawasi media-media penyiaran di Indonesia melakukan beberapa langkah konkret.
Bukan hanya sekali dua kali KPI mengeluarkan sanksi, baik berupa teguran maupun skors kepada program yang membandel dan tetap menampilkan konten-konten tidak mendidik.
Selain memberikan sanksi kepada program yang terbukti melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), KPI juga mendorong peningkatan literasi media kepada khalayak.
"Maka KPI selain memberikan sanksi kepada program siaran yang melanggar P3SPS juga mendorong penguatan literasi media dalam rangka mengubah selera penonton televisi," ujarnya.
Tidak hanya khalayak, pengiklan sebagai salah satu pemegang peran kunci dalam siklus media juga turut mendapat perhatian KPI.
"Selain itu (KPI) juga mendorong asosiasi periklanan untuk mengedepankan brand safety dengan tidak memasang iklan di program yang tidak berkualitas," kata Nuning.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/29/14305881/konten-tak-mendidik-langgeng-di-program-hiburan-tv-ini-kata-kpi