Hal itu ia ungkapkan saat bertemu Ketua DPR Bambang Soesatyo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2019).
"Poinnya adalah kami mendesak agar adanya tim gabungan pencari fakta dan bila perlu melibatkan unsur masyarakat supaya clear," ujar mantan ketua PP Muhammadiyah itu saat ditemui seusai pertemuan.
Selain itu, Din dan perwakilan aliansi meminta dilakukannya otopsi oleh pihak yang berwenang untuk mengetahui penyebab meninggalnya petugas KPPS.
"Kalau mau menyingkap penyebab kematian kan harus ada otopsi, tidak ada cara lain. itu dilakukan lah semua supaya jernih sehingga tidak lagi menyesatkan atau muncul dugaan-dugaan," ucapnya.
Menurut Din, pembentukan tim gabungan pencari fakta penting dilakukan untuk menyelidiki penyebab kematian yang ia anggap masif.
Din mengatakan, jika pemerintah tidak segera mengungkap, maka hal itu akan menjadi stigma dan preseden buruk ke depannya.
"Juga jadi menjadi semacam dosa bawaan terhadap siapapun yang diberi amanat kepemimpinan nanti, baik di DPR ataupun pemerintahan, bahwa ada sesuatu yang tak dijelaskan," kata Din.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat (10/5/2019), jumlah penyelenggara pemilu ad hoc yang meninggal dunia tercatat 469 orang. Selain itu, sebanyak 4.602 lainnya dilaporkan sakit.
Penyelenggara yang dimaksud meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Baik penyelenggara pemilu yang meninggal maupun sakit sebagian besar disebut karena kelelahan dan kecelakaan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/14/16450181/ratusan-petugas-kpps-meninggal-din-syamsuddin-usul-bentuk-tim-gabungan