"Kalau dilihat kecenderungannya, masyarakat di Sumatera Barat ini kan termasuk wilayah yang fragmentasi politiknya cukup ekstrem. Sumbar termasuk wilayah yang memang sentimennya anti PDI-P sekaligus anti Joko Widodo," ujar Adi kepada Kompas.com, Senin (13/5/2019).
Ia menjelaskan, PDI-P dan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo menjadi dua paket yang ditolak oleh masyarakat Sumbar. Pasalnya, PDI-P dan Jokowi dianggap tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat maupun kelompok Islam di Sumbar.
Sentimen tersebut, lanjutnya, telah mengkristal dalam preferensi politik masyarakat Sumbar lantaran efek kampanye nasional yang dikemukakan oleh pendukung pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Kampanye politik nasional kan ada dua narasi besar yang selalu dihadapkan, pasangan 01 dan partai pengusungnya dianggap tidak ramah terhadap umat Islam. Sedangkan pasangan 02 dan partai pengusungnya dianggap memperjuangkan aspirasi umat Islam," papar Adi.
Tak pelak, seperti diungkapkan Adi, PDI-P tidak mendapatkan satu kursi pun di tingkat DPR karena sentimen negatif tersebut. Hal itu berkelindan dengan partai-partai pendukung Prabowo-Sandiaga yang mendapatkan efek positif sehingga mampu meloloskan caleg DPR-nya di dapil Sumbar.
"Partai pengusung 02 mendapatkan insentif elektoral yang cukup signifikan, seperti PAN dan Gerindra," imbuhnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat telah menyelesaikan rekapitulasi suara Pemilu 2019, Minggu (12/5/2019) malam.
Hasilnya, Partai Gerindra dan PAN mendapat masing-masing tiga kursi di DPR RI periode 2019-2024. Gerindra dan PAN mengirimkan dua wakilnya dari daerah pemilihan Sumbar I dan masing-masing satu wakil di Sumbar II. Sementara PDI Perjuangan kehilangan kursi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/13/11531141/gagal-di-dapil-sumbar-pdi-p-dinilai-tersandung-politik-identitas