Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Hariadin tewas akibat tenggelam di laut setelah terbebas dari penyanderaan.
Hariadin bersama Heri Ardiansyah, WNI sandera lainnya, berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari serangan angkatan bersenjata Filipina terhadap penyandera. Heri Ardiansyah dapat diselamatkan.
"Pemerintah Indonesia menyampaikan ungkapan duka cita yang mendalam kepada keluarga almarhum Hariadin. Kementerian Luar Negeri telah berkomunikasi dengan keluarga kedua WNI di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dan di Sandakan, Malaysia, mengabarkan peristiwa tersebut," ujar Iqbal melalui keterangan tertulis, Sabtu (6/4/2019).
Iqbal menyatakan Heri Ardiansyah dan jenazah Hariadin telah tiba di pangkalan militer Westmincom di Zamboanga City, Sabtu (6/4/2019), untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia.
Selanjutnya Pemerintah Indonesia akan melakukan proses pemulangan ke Indonesia pada kesempatan pertama.
Sejak akhir Februari 2019, Divisi 11 Angkatan Bersenjata Filipina yang didukung oleh Tim BAIS TNI malakukan operasi pembebasan sandera dan terus memberikan tekanan kepada para penyandera.
Dalam perkembangan terakhir, para penyandera terdesak di Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan.
Heri Ardiansyah dan Hariadin diculik bersama seorang WN Malaysia, Jari Abdullah. Mereka diculik di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia pada 5 Desember 2018.
Ketiganya diculik oleh kelompok bersenjata di Flipina Selatan saat sedang bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF.
"Sejak tahun 2016, sebanyak 36 WNI disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Dari jumlah tersebut seluruhnya berhasil dibebaskan, namun satu orang sandera WNI meninggal dalam proses pembebasan tersebut," lanjut dia.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) memastikan bahwa seorang nelayan asal kabupaten Wakatobi bernama Hariadin disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt mengatakan, penyanderaan itu terjadi sejak Desember 2018 lalu. Harry mengatakan, kepastian itu didapatkan setelah pihaknya mengecek kartu keluarga Hariadin.
Nelayan itu diketahui lahir di Ambeua, Kecamatan Kaledupa pada 5 Agustus 1973. Hariadin beralamat di Dusun La Bantea, Desa Kalimas, Kacamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi.
Hariadin bersama keluarganya telah merantau dan bekerja di Malaysia sejak tahun 2012. Ia pun masih terdaftar sebagai warga Dusun La Bantea, sebagaimana tercantum dalam kartu keluarga (KK) miliknya yang dikeluarkan pada 16 Januari 2018.
"Dalam KK itu, Hariadin tercatat memiliki seorang istri dan tiga anak laki-laki," ujar Harry melalui pesan Whatsapp, Kamis (21/2/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/06/18032871/seorang-wni-yang-disandera-abu-sayyaf-tewas-saat-proses-pembebasan-di
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan