Salin Artikel

Menguji Sang Wakil di Debat Ketiga

MASALAH defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi salah satu isu krusial yang akan diangkat pada debat pemilihan presiden ketiga pada 17 Maret 2019. Debat yang diikuti oleh calon wakil presiden ini bertemakan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya.

Defisit anggaran BPJS Kesehatan telah menjadi persoalan menahun sejak PT Askes (Persero) beralih menjadi BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014.

Pada tahun pertama, 2014, defisit anggaran mencapai Rp 3,8 triliun. Angka ini meningkat menjadi Rp 5,9 triliun pada 2015, dan terus naik menjadi Rp 9 triliun pada 2016; Rp 9,75 triliun pada 2017; dan melonjak menjadi Rp 16,5 triliun pada 2018.

Masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan tak pelak menjadi salah satu isu “seksi” yang diangkat dalam kampanye pemilihan presiden, khususnya oleh kubu penantang. Menurut Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, defisit anggaran BPJS Kesehatan akibat kesalahan tata kelola dan cara berpikir.

Karena itu, seperti diutarakan anggota tim kesehatan BPN, Hermawan Saputra, Prabowo dan Sandiaga akan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap pengelolaan BPJS Kesehatan jika terpilih menjadi pasangan Presiden dan Wakil Presiden.

Perdebatan antara kedua kubu mengenai defisit anggaran BPJS Kesehatan ini akan diangkat pada panggung Satu Meja The Forum yang disiarkan langsung di Kompas TV, Rabu (13/6), pukul 20.00 WIB.

Pangkal masalah defisit BPJS

Anggaran BPJS Kesehatan menggunakan prinsip anggaran berimbang, yakni pos pengeluaran sama dengan pos pendapatan. Namun, yang terjadi selama ini adalah pos pengeluaran, yaitu klaim yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, selalu lebih besar dari pendapatan, yakni iuran yang diterima dari peserta. Sederhananya, besar pasak dari pada tiang.

Menurut Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, setengah dari total 204,4 jiwa peserta BPJS Kesehatan (hingga September 2018), adalah masyarakat miskin yang merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah.

Iuran tersebut, yang dibayaran pemerintah melalui APBN atau pemerintah daerah melalui APBD, hanya sebesar Rp 25.500 per bulan. Menurut Fachmi, titik permasalahan defisit anggaran terletak pada besaran iuran yang belum sesuai dengan perhitungan aktuaria.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo, menilai besaran iuran yang murah menjadi petaka bagi keuangan BPJS Kesehatan. Saat ini, iuran kelas I, II, dan III BPJS Kesehatan masing-masing sebesar Rp 80 ribu, Rp 51 ribu, dan Rp 25.500.

Sementara, nyaris semua penyakit ditanggung BPJS Kesehatan. Merujuk pada Peraturan Menkes Nomor 28 Tahun 2014, sebanyak 155 penyakit ditanggung oleh BPJS Kesehatan bagi peserta kelas I.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan masalah iuran yang rendah bagaikan buah simalakama. Pemerintah tidak mau menyesuaikan tarif iuran BPJS Kesehatan menjelang tahun politik.

Padahal, berdasarkan Perpres Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, penyesuaian tarif iuran perlu dilakukan dua tahun sekali. Kenaikan terakhir iuran BPJS Kesehatan terjadi pada 1 April 2016 silam.

Selain iuran yang rendah, masalah tunggakan iuran peserta juga punya andil terhadap defisit anggaran BPJS Kesehatan.

Menurut data BPJS Watch, tunggakan iuran peserta baik mandiri maupun korporasi (termasuk BUMN), hingga 31 Mei 2018 mencapai Rp 3,4 triliun. Di luar itu, juga masih ada masalah pemerintah daerah yang menunggak Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), yakni iuran peserta PBI yang berasal dari APBD.

Pengangguran dan ketenagakerjaan

Masalah pengangguran dan ketenagakerjaan akan menjadi isu hangat lainnya pada panggung debat pilpres ketiga. Masalah ini juga akan dibahas pada program talkshow Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (13/3) pukul 20.00 WIB.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran terbuka mengalami penurunan sebanyak 40.000 orang dari 7,04 juta pada 2017 menjadi 7 juta pada 2018.

Ironisnya, mayoritas pengangguran tersebut merupakan lulusan SMK yang sebesar 11,24 persen. Melihat fenomena ini, bisa disimpulkan arah pendidikan vokasi belum mampu menjawab kebutuhan industri.

Adu program untuk mengatasi masalah pengangguran pun ramai dibahas oleh kedua kubu. Capres petahana Joko Widodo memperkenalkan Kartu Prakerja yang diklaim akan mampu menjembatani para pencari kerja dengan dunia industri. Sementara kubu penantang berencana membawa program OK OCE ke tingkat nasional sebagai solusi mengatasi pengangguran.

https://nasional.kompas.com/read/2019/03/13/07150031/menguji-sang-wakil-di-debat-ketiga

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke