Menurut Azhari, Irwandi tidak bisa menentukan kontraktor yang akan melaksanakan proyek infrastruktur di kabupaten yang dibiayai oleh anggaran DOKA. Hal itu dikatakan Azhari saat menjadi saksi meringankan bagi terdakwa Irwandi Yusuf di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019).
"Tidak bisa, tidak pernah ada intervensi," ujar Azhari.
Menurut Azhari, Pemprov Aceh tidak bisa merubah alokasi anggaran DOKA dan kegiatan yang dibuat kabupaten. Irwandi selama menjabat gubernur juga tidak pernah memberikan arahan untuk memenangkan salah satu rekanan dalam pengadaan barang dan jasa di Pemprov Aceh.
Azhari mengatakan, setelah pagu anggaran diberikan kepada bupati atau sekretaris daerah, pagu tersebut dibahas di tingkat musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) di setiap kabupaten.
Menurut Azhari, Pemprov Aceh hanya bisa mengingatkan agar dana DOKA hanya bisa digunakan sesuai bidang yang diatur undang-undang dan qanun Aceh.
Masing-masing yakni pembangunan infrastruktur, ekonomi kerakyatan, pengentasan kemiskinan, serta pemberdayaan dan pendanaan sosial kesehatan, hingga untuk keistimewaan Aceh.
Dalam kasus ini, Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf didakwa menerima suap Rp 1,050 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi. Suap tersebut diberikan melalui staf dan orang kepercayaan Irwandi, yakni Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan agar Irwandi mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Sebelumnya, Ahmadi mengusulkan kontraktor yang akan mengerjakan kegiatan pembangunan di Kabupaten Bener Meriah.
Adapun, proyek tersebut akan menggunakan anggaran yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun 2018. Menurut jaksa, DOKA untuk Kabupaten Bener Meriah sebesar Rp 108 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/04/17515791/kepala-bappeda-aceh-sebut-irwandi-yusuf-tak-bisa-intervensi-pelaksana-proyek