Gejolak-gejolak intoleransi yang disebabkan fitnah, isu penolakan rumah ibadah, hingga radikalisme berbasis kekerasan akhirnya mulai menjalar ke desa-desa.
Meski demikian, jawaban atas masalah intoleransi di Indonesia ini justru bermula dari desa-desa juga.
Wahid Foundation, lembaga yang berprinsip meneruskan visi kemanusiaan Abdurrahman Wahid, memiliki program bernama forum NUSANTARA bekerja sama dengan UN Women.
Program ini membuat desa-desa di Indonesia berevolusi menjadi "desa damai". Fokus program ini adalah memberdayakan peran perempuan sebagai agen perdamaian dan toleransi di lingkungan masing-masing. Sekaligus berdaya di bidang sosial ekonomi.
"Mereka mendapatkan pelatihan dan penguatan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Misal mengenai bagaimana cara mengatasi hoaks," kata Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, dalam peluncuran buku indikator desa damai di Hotel Sultan, Jumat (8/2/2019).
9 desa damai
Dalam program ini, sudah ada 9 desa dan kelurahan di Indonesia yang mendeklarasikan diri sebagai desa atau kelurahan damai.
Di antaranya adalah Desa Tajurhalang dan Kelurahan Pengasinan di Jawa Barat, Desa Gemblegan dan Nglinggi di Jawa Tengah, Desa Guluk-gulik, Prancak, Payudan Dundang, Candirenggo, dan Sidomulyo di Jawa Timur.
"Melalui desa atau kelurahan damai, anggota masyarakat berkomitmen untuk melindungi dan menumbuhkan toleransi dan perdamaian di komunitas mereka," kata Yenny.
Ada 9 indikator yang harus dipenuhi desa-desa damai ini. Penduduk desa damai harus berkomitmen untuk menjalankan itu dalam kehidupan mereka.
Indikatornya adalah berkomitmen mewujudkan perdamaian, ada pendidikan dan penguatan nilai perdamaian dan kesetaraan gender, ada praktik nilai-nilai persaudaraan dan toleransi dalam kehidupan warga, ada penguatan nilai dan norma kearifan lokal, dan ada sistem deteksi dini pencegahan intoleransi.
Kemudian ada sistem penanganan cepat, penanggulangan, dan pemulihan kekerasan. Lalu ada peran aktif perempuan di semua sektor masyarakat, ada pranata bersama, dan ada ruang sosial bersama antar warga.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan penguatan toleransi, kedamaian, hingga pemberdayaan perempuan di desa-desa merupakan investasi paling mahal. Sebab bibit-bibit radikalisme dan gejolak sosial lain bisa cepat terdeteksi masyarakat.
"Karena kalau ada ideologi apa, paham apa, mereka akan cepat terdeteksi. Kalau ada tamu masuk, warga desa itu cepat tahu," kata Ganjar.
Dia pun mendukung program ini. Bahkan dia merencanakan program "adopsi desa" untuk membuat desa semakin berdaya termasuk dalam bidang sosial ekonomi.
Dia percaya pemberdayaan ekonomi akan meminimalisir gejolak atau kesenjangan di masyarakat. Radikalisme dan intoleransi juga akan teredam.
Perempuan berperan
Perempuan-perempuan dari desa damai itu memberikan testimoni mereka dalam acara siang ini. Andriani dari Desa Gemblegan merasa toleransi di desanya kini semakin kuat setelah seluruh warga berkomitmen mewujudkan desa damai.
Dia bisa bekerja sama dalam membuat kelompok usaha bersama warga muslim.
"Kami bisa bekerja tanpa ada konflik. Beda pendapat itu wajar tetapi selalu bisa diselesaikan dengan baik," kata Andriani.
Hasdiah, perempuan dari Desa Guluk-guluk di Sumenep menceritakan bukan hanya toleransi yang meningkat. Perempuan-perempuan di desanya juga semakin berdaya dan diperhitungkan oleh perangkat desa.
"Sekarang 25 persen perempuan di desa-desa Sumenep sudah ikut andil dalam proses pengambilan keputusan di musyawarah," kata Hasdiah.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/08/13402351/desa-desa-damai-yang-merawat-toleransi-indonesia