Bambang mengatakan, DPP hanya mengatur pencalonan di tingkat DPR. Sementara caleg Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota didaftarkan oleh pengurus wilayah.
"Kami juga tidak tahu, kenapa bisa begitu, karena itu kan tingkatannya di bawah, kami di DPP kan hanya mengatur yang untuk pusat," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Kendati demikian, lanjut Bambang, DPP Partai Golkar tidak dapat melarang setiap kadernya untuk mencalonkan diri sebagai caleg, termasuk mantan narapidana kasus korupsi.
Sebab, hak memilih ataupun dipilih merupakan hak seluruh warga negara. Kecuali, ada keputusan pengadilan yang mencabut hak politik seorang terpidana kasus korupsi dalam jangka waktu tertentu.
"Sejauh itu tidak ada, ya tidak ada undang-undang yang bisa melarang. Itu hak mereka termasuk Partai Golkar," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar nama calon legislatif mantan narapidana korupsi pada Rabu (30/1/2019) malam.
Dari data yang dihimpun KPU, ada 49 nama caleg eks koruptor yang terdiri dari 40 caleg DPRD dan 9 caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dari 40 caleg DPRD yang eks napi korupsi itu, sebanyak 16 orang merupakan caleg untuk DPRD provinsi, dan 24 caleg untuk DPRD kabupaten/kota.
Dari 16 partai politik peserta Pemilu 2019, ada 12 partai yang terdapat eks koruptor dalam daftar calegnya.
Jika diurutkan, tiga partai yang paling banyak terdapat caleg eks koruptor adalah Partai Golkar (8 caleg), Partai Gerindra (6 caleg), dan Partai Hanura (5 caleg).
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/31/15084671/golkar-anggap-eks-koruptor-tetap-punya-hak-jadi-caleg