Salin Artikel

Perjalanan Kasus PT NKE, Korporasi Pertama yang Divonis Korupsi

PT NKE juga dipidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 85.490.234.737.

Majelis hakim juga mencabut hak perusahaan untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan.

"Menyatakan terdakwa PT Nusa Konstruksi Enjiniring telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/1/2019) malam.

Vonis ini menandai PT NKE sebagai korporasi pertama yang dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi.

Perjalanan kasus PT NKE

Pada 24 Juli 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan perusahaan ini sebagai tersangka.

PT NKE dijerat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.

Penetapan perusahaan ini sebagai tersangka merupakan pengembangan penyidikan perkara yang sama dengan tersangka Dudung Purwadi, Direktur Utama PT DGI dan Made Meregawa, pejabat pembuat komitmen.

Saat perusahaan ini diseret ke meja hijau, PT NKE didakwa memperkaya korporasi sendiri senilai ratusan miliar rupiah dalam proyek pemerintah.

Perbuatan tersebut diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 25, 953 miliar.

PT NKE didakwa melawan hukum membuat kesepakatan memenangkan perusahaannya dalam lelang proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010.

PT NKE juga dinilai memperkaya diri sendiri atau selaku korporasi sejumlah Rp 24,778 miliar.

Selain itu, didakwa memperkaya Muhammad Nazarudin beserta korporasi yang dikendalikannya yakni PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara dan Grup Permai sejumlah Rp 10, 290 miliar.

Atas perbuatannya, jaksa KPK menuntut PT NKE membayar pidana denda sebesar Rp 1 miliar.

PT NKE juga dituntut pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 188.732.756.416.

Jaksa juga menuntut hak PT NKE mengikuti lelang proyek pemerintah dicabut selama dua tahun.

Vonis lebih rendah daripada tuntutan jaksa

Vonis yang dijatuhkan hakim kepada PT NKE lebih rendah dari tuntutan jaksa. Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan oleh majelis hakim dalam putusan.

Uang pengganti dipertimbangkan berdasarkan keuntungan perusahaan atas delapan proyek yang diperoleh dari bantuan Muhammad Nazaruddin, sebesar Rp 240 miliar.

Kemudian, dikurangi uang senilai Rp 51,3 miliar yang telah disetor ke kas negara atas pelaksanaan putusan pengadilan terhadap terpidana mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi.

Majelis hakim juga mempertimbangkan replik penuntut umum bahwa uang pengganti Rp 188 miliar dikurangi dengan besaran commitment fee yang dibayar terdakwa kepada Nazaruddin dan kawan-kawan sekitar Rp 67 miliar.

Hasil pengurangan tersebut menjadi Rp 121 miliar. Jumlah itu kembali dikurangi dengan uang yang telah dititipkan terdakwa ke KPK sebesar Rp 35 miliar.

Sementara itu, hal yang memberatkan PT NKE adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Hal-hal meringankan pihak PT NKE, mengakui kesalahannya, menyatakan penyesalannya, serta beritikad baik memberikan informasi kepada publik atas perbuatannya.

Terdakwa juga menjadi tempat bergantungnya banyak orang dalam mencari nafkah. Terdakwa berjanji mengupayakan tata kelola perusahaan bebas korupsi dan terdakwa belum pernah dihukum.

KPK apresiasi pencabutan hak mengikuti lelang

Pada dasarnya, KPK menghormati berbagai putusan yang telah disampaikan oleh majelis hakim.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu titik penting dari vonis itu adalah pencabutan hak mengikuti lelang proyek pemerintah.

"DGI ini didakwa sudah melakukan korupsi pada sejumlah proyek pemerintah, maka pencabutan hak untuk mengikuti lelang, saya kira itu menjadi poin penting yang perlu kita hargai saat ini," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (3/1/2019).

Ia mengatakan, pencabutan hak tersebut menjadi sinyal positif dalam proses peradilan bagi perusahaan.

Jenis hukuman seperti itu, dinilai KPK, perlu diberikan untuk membedakan antara hukuman yang dijatuhkan kepada perusahaan dengan perseorangan.

Terkait perbedaan antara tuntutan jaksa dengan vonis hakim, lanjut Febri, KPK perlu menganalisis pertimbangan hakim, sebelum akhirnya menentukan langkah selanjutnya.

"Soal berat, ringan, dan pertimbangan hukumnya tentu saja kalau nanti ada keberatan dari hasil analisis itu diajukan sesuai prosedur hukumnya yang berlaku," jelasnya.

"Jadi kami perlu waktu untuk menganalisis terlebih dahulu ada waktu pikir-pikir juga yang perlu diatur oleh UU," lanjut Febri

PT NKE anggap vonis hakim adil

Direktur Utama PT NKE Djoko Eko Suprastowo mengatakan, vonis hakim lebih adil dibandingkan tuntutan jaksa. Oleh karena itu, pihaknya menerima putusan tersebut.

"Saya menerima apapun keputusan pengadilan saya akan terima, karena kami mencoba patuh hukum dan hakim sudah mempertimbangkan keadilan dan segala sesuatunya dengan baik ya kami akan menerima dan akan melaksanakan keputusan itu," kata Djoko usai menghadiri sidang.

"Kami terima saja keputusannya dengan baik dan kami siap melaksanakan keputusan itu dan akan membayar secepatnya," lanjut dia.

Djoko mengatakan, perusahaan akan menjual sebagian saham dan aset perusahaan untuk segera membayar pidana uang pengganti sekitar Rp 85 miliar.

"Kami akan menjual aset yang tidak bermanfaat, share (saham) dari beberapa perusahaan yang kita miliki," ujar Djoko.

https://nasional.kompas.com/read/2019/01/04/06115311/perjalanan-kasus-pt-nke-korporasi-pertama-yang-divonis-korupsi

Terkini Lainnya

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke