Hal ini dikarenakan KPU tidak mau menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kami miliki dugaan kuat politik kotor sudah masuk di gedung KPU ini," kata Benny di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018).
Menurut Benny, saat Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tentang larangan pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD, KPU langsung mematuhi.
Tetapi, ketika PTUN mengeluarkan putusan, KPU tidak serta merta menjalankannya.
KPU justru memutuskan untuk berkonsultasi dengan banyak pihak, mulai dari pakar hukum tata negara hingga MK, untuk menindaklanjuti putusan PTUN.
Putusan itu memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
"Kenapa saat putusan MK serta merta (menindaklanjuti), ketika kita menang (di PTUN) mereka berkonsultasi," ujar Benny.
Benny mengatakan, pihaknya ingin KPU tetap menjaga independensi mereka.
"Tidak boleh jadi alat kekuatan politik. Tidak boleh dikendalikan kekuatan politik luar," tandasnya.
Atas tudingan tersebut, sejumlah kader dan ratusan simpatisan Partai Hanura menggelar aksi di depan kantor KPU.
Pantauan Kompas.com, beberapa perwakilan massa masih beraudiensi dengan perwakilan KPU hingga saat ini.
Mereka diterima Kabag Pengamanan KPU Suyadi dan Staf Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat Febrianda.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/20/12194601/oso-tak-lolos-caleg-ketua-dpp-hanura-tuding-kpu-ada-politik-kotor