"Meminta pembuat UU paling lama 3 tahun untuk melakukan perubahan tentang perkawinan, khususnya berkenaan dengan batas usia minimal perempuan dalam perkawinan," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar keputusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Sebelumnya, UU Perkawinan tersebut digugat sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat sipil karena perbedaan batas minimal usia perkawinan perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. UU tersebut dinilai menimbulkan diskriminasi dan melanggar UU Perlindungan anak yang dipaksa menikah.
Untuk itu, menurut hakim anggota 1 I Dewa Gede Palguna, setiap kebijakan hukum yang melanggar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), keyakinan politik, dan jenis kelamin merupakan diskriminasi.
"Kebijakan ini tidak lagi relevan karena diskriminatif. Maka batas usia yang berbeda laki-laki dan perempuan tidak hanya menimbulkan diskriminasi yang dijamin pasal 28 B UUD 45, tapi juga menghilangkan hak anak," kata Palguna.
Maka dari itu, guna mencegah kenaikkan perkawinan anak, Pulgana meminta DPR untuk cermat memberi kepastian hukum. Sebab, hal itu sangat mengancam dan berdampak negatif terutama kesehatan.
"Sangat mungkin terjadi eksploitasi dan ancaman kekerasan pada anak," lanjut Palguna.
Sebelumnya, pada tahun 2015, MK menolak menaikkan batas usia minimal perempuan untuk menikah dari 16 tahun ke 18 tahun.
Kala itu, majelis hakim Konstitusi mengatakan tidak ada jaminan peningkatan batas usia menikah dari 16 tahun ke 18 tahun untuk perempuan akan dapat mengurangi masalah perceraian, kesehatan, serta masalah sosial.
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/13/15493971/mk-beri-batas-waktu-3-tahun-untuk-dpr-ubah-uu-perkawinan-anak