Sebab, kata Lukman, hampir 95 persen komponen pembelanjaan biaya haji menggunakan dolar AS dan riyal.
Ia menambahkan, jika penetapannya mengacu pada rupiah, maka akan ada fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Akibatnya, muncul selisih biaya yang harus ditanggung oleh negara.
"Sehingga pelunasan yang dilakukan oleh jemaah terkait dengan selisih yang harus dibayarkan setoran awal yang sudah mereka bayarkan itu tinggal dikaitkan dengan berapa nilai kurs rupiah (terhadap dolar AS) pada saat pembayaran dilakukan," lanjut dia.
Ia mengatakan, pada tahun 2018, muncul selisih yang cukup besar antara biaya yang telah dilunasi oleh jemaah dengan biaya belanja di lapangan karena saat itu nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS.
Beberapa komponen yang harganya ikut melambung di antaranya ialah avtur.
Pemerintah melalui kementerian agama harus menganggarkan Rp 530 miliar untuk menutup selisih tersebut.
"Jadi konsekuensi kemarin 2018 karena ditetapkan dengan rupiah, pada saat ditetapkan pada saat pelaksanaan ternyata mata uang rupiah melemah terhadap dollar AS sehingga harus membayar selisihnya itu dari save guarding," ujar Lukman.
"Dan cukup besar sampai Rp 500 miliar untuk itu, oleh karenanya di 2019 sebaiknya kita tak mengulang peristiwa seperti itu," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/27/11285261/menag-usul-penetapan-biaya-haji-mengacu-ke-dollar-as