Hak pilih penyandang disabilitas mental lahir dari perjuangan panjang para penyandang dan organisasi masyarakat yang fokus pada isu disabilitas.
"KPU bukan ujug-ujug mendaftar, KPU mendaftar orang gangguan jiwa adalah sebagai pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas mental yang sudah diperjuangkan sejak lama dan bertahun-tahun," ujar Yeni dalam diskusi bertajuk 'Hak Memilih Penyandang Disabilitas Mental Harus Dijamin Negara' di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).
Yeni mengatakan, orang dengan gangguan jiwa kerap dianggap bukan warga negara. Sehingga, banyak yang menganggap mereka tidak punya hak pilih dalam Pemilu.
Padahal, orang dengan gangguan jiwa punya hak dasar yang sama dengan warga negara lainnya.
Persoalan mengenai hak pilih penyandang disabilitas mental pun, bukan hal yang baru. Sejak pemilu 2014, hak pilih penyandang disabilitas mental sudah diakomodasi dengan baik.
"Mulai terlihat Pemilu tahun 2014, KPU mengeluarkan surat edaran kepada seluruh KPU di daerah untuk mendaftar penyandang disabilitas mental (ke DPT), mengizinkan pendamping pemilih, menyediakan TPS khusus," ujar Yeni.
Pada Pemilu 2014 itu pun, banyak penyandang disabilitas mental yang sudah menggunakan hak pilihnya.
Sejumlah rumah sakit jiwa di Indonesia memfasilitasi pasien-pasiennya menggunakan hak pilih, seperti RSJ di Bogor, Yogyakarta, Malang, Bali, Lombok, Singkawang, dan beberapa daerah di Sumatra.
Yeni justru merasa kaget jika persoalan hak pilih mereka saat ini menjadi perdebatan.
"Kita cukup kaget dan heran kenapa diributkan sekarang. Padahal diberikannya hak pilih ini merupakan perjuangan dari semua lini," tegas Yeni.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/24/22573761/hak-pilih-penyandang-disabilitas-mental-disebut-lahir-dari-perjuangan