"Memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu memperkaya terdakwa dan Zainal Mus (Ketua DPRD Kabupaten Sula periode 2009-2014) sejumlah Rp 2.394.997.000," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lie Putra Setyawan saat membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Menurut jaksa, ia diduga turut memperkaya pihak lainnya sebesar Rp 1.053.903.000. Tindakan itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 3.448.900.000.
Menurut jaksa, dugaan korupsi ini bermula pada tahun 2009. Pada waktu itu dilakukan pengadaan lahan untuk pembangunan Bandara Bobong di Kecamatan Bobong, Kabupaten Kepulauan Sula.
Pengadaan tanah tersebut masuk dalam mata belanja modal tanah pada Sekretariat Daerah Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2009 yang masuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Sula 2009.
Jaksa memaparkan, pada tanggal 26 Juli 2009, ada pertemuan di rumah Hidayat di Desa Mangon, Kecamatan Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula.
Pertemuan itu dihadiri Zainal Mus, Lukman Umasangadji, staf sekretaris Panitia Pengadaan Tanah Djamin Kharie, Kadis Perhubungan La Musa Mansur, dan Plt Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Sula Ema Sabar.
"Pada pertemuan tersebut, terdakwa menentukan harga tanah yang akan dijadikan lokasi Bandara Bobong, di mana yang letaknya dekat pemukiman masyarakat dihargai Rp 8.500 per meter persegi. Sedangkan yang agak jauh dari pemukiman dihargai Rp 4.260 per meter persegi," papar jaksa.
"Penentuan harga tanah tidak melibatkan pihak lain, termasuk Pina Mus dan Rahman Mangawai selaku pemilik lahan," lanjut jaksa.
Menurut jaksa, Hidayat diduga menginstruksikan pencairan uang Rp 1,5 miliar terkait pembebasan lahan tahap I kepada Kepala Bank Pembagunan Daerah Maluku, Hidayat Nahumrury.
Selanjutnya, uang tersebut ditransfer ke rekening Zainal sebesar Rp 650 juta atas instruksi Hidayat.
"Hidayat Nahumarury selanjutnya memerintahkan Ona Latuconsina (kepala seksi pelayanan nasabah) untuk membawa uang tunai Rp 850 juta dan lalu menyerahkan kepada terdakwa (Zainal Mus)," kata jaksa.
Kemudian, lanjut jaksa, dalam pembebasan lahan tahap II senilai Rp 1,9 miliar, Hidayat memerintahkan Zainal mengirimkan uang Rp 1 miliar ke sejumlah pihak.
Adapun rinciannya, uang Rp 500 juta melalui transfer ke rekening atas nama Andi Arwati, uang Rp 100 juta lewat transfer ke rekening atas nama Azizah Hamid. Sementara sisa uang Rp 294 juta diterima Zainal.
Di sisi lain, uang sebesar Rp 1,053 miliar dibagikan Kabag Umum dan Perlengkapan Kabupaten Sula Ema Sabar kepada pihak lain.
Adapun rinciannya, pada tanggal 9 September 2009, uang sebesar Rp 75 juta diserahkan ke Kapolres Kepulauan Sula. Tanggal 10 September 2009 sebesar Rp 210 juta ke Kabag Kesra Pemkab Sula Rugaya Soleman.
Sementara pada tanggal 11 September 2009, uang dengan total Rp 715 juta diduga diberikan kepada 15 orang lainnya.
Mereka terdiri dari beragam unsur, seperti pensiunan, anggota DPRD Kepulauan Sula, Camat Bobong, Kepala Desa Bobong, jaksa, hingga asisten Sekretariat Daerah.
"Terdakwa bersama-sama dengan Zainal Mus, Hidayat Nahumarury, Ema Sabar, dan Majestisa berupa melakukan proses pengadaan lahan Bandara Bobong tidak sesuai dengan ketentuan serta beberapa kali mencairkan dan menyalurkan anggaran pembebasan tanah lokasi Bandara Bobong di luar peruntukannya," ungkap jaksa.
Ahmad didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/22/21445831/kasus-pengadaan-lahan-bandara-bobong-eks-bupati-sula-didakwa-rugikan-negara