Hal itu dikatakan Idris saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/10/2018). Idris menjadi saksi untuk terdakwa PT DGI atau yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE).
"Awalnya, fee-nya besar karena kami saingan dengan BUMN. Selebihnya lebih gampang, apalagi setelah Nazaruddin menjadi anggota DPR," ujar El Idris kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Idris, sejak awal PT DGI ditawarkan oleh Muhammad Nazaruddin untuk mengerjakan proyek yang dibiayai oleh APBN. Namun, perusahaan yang akan diberikan pekerjaan adalah perusahaan yang berani memberikan fee paling besar.
Idris mengatakan, PT DGI terpaksa memberikan fee untuk dapat bersaing dengan kontraktor dari BUMN, seperti PT Wijaya Karya (Wika), PT Nindya Karya, dan PT Pembangunan Perumahan (PP), dan PT Waskita Karya.
Menurut Idris, saat pertama kali mendapatkan proyek, PT DGI harus memberikan fee dalam jumlah besar. Namun, dalam proyek berikutnya, jumlah fee yang harus diberikan dapat lebih rendah.
"Awalnya fee-nya gede karena saingan sama BUMN. Tahun kedua, dia (Nazaruddin) sudah kenal kita kerjanya bagus, kita tawar fee-nya dan mereka mau," kata Idris.
PT DGI yang telah berganti nama menjadi PT NKE didakwa memperkaya korporasi sendiri senilai ratusan miliar rupiah dalam proyek pemerintah. Perbuatan tersebut diduga membuat kerugian negara Rp 25, 953 miliar.
Menurut jaksa KPK, PT DGI secara melawan hukum membuat kesepakatan memenangkan perusahaannya dalam lelang proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010.
PT DGI dinilai memperkaya diri sendiri atau selaku korporasi sejumlah Rp 24,778 miliar.
Kemudian, memperkaya Muhammad Nazarudin beserta korporasi yang dikendalikannya yakni PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara, dan Grup Permai sejumlah Rp 10, 290 miliar.
Dalam surat dakwaan, Nazaruddin awalnya menyampaikan bahwa Anugerah Grup sedang berupaya mendapatkan anggaran untuk beberapa proyek konstruksi di DPR guna dibagikan kepada perusahaan-perusahaan yang hadir. Nazar meminta BUMN dan PT DGI nantinya saling membantu dalam proses pelelangan.
Apabila salah satu perusahaan telah diarahkan menjadi pemenang lelang, perusahaan lainnya harus bersedia menjadi pendamping lelang, dan begitu juga sebaliknya. Pada akhirnya, perusahaan BUMN menjadi pendamping PT DGI.
Menurut Idris, perusahaan BUMN yang menjadi pendamping juga ikut memberikan fee kepada Nazaruddin.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/24/16320821/saksi-pt-dgi-terpaksa-menyuap-dpr-karena-bersaing-dengan-kontraktor-bumn