Hal itu dikatakan Yunus saat dihadirkan sebagai ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (9/10/2018).
Yunus memberikan keterangan untuk dua terdakwa, yakni Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
"Kalau memang sah kenapa resah, kalau bersih kenapa risih? Kalau memang uang itu legal, buat apa ribet berputar-putar, buang waktu untuk mengirim uang di luar negeri," kata Yunus kepada majelis hakim.
Menurut Yunus, ada empat modus pencucian uang yang teridentifikasi dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Modus pertama, yakni pelaku tindak pidana bersembunyi di dalam perusahan yang dikuasai oleh pelaku.
Misalnya, uang haram hasil korupsi dicampur di dalam rekening perusahaan yang menyimpan uang dari sumber yang sah.
Dalam kasus ini, pelaku menggunakan PT Murakabi Sejahtera.
Kedua, modus menyalahgunakan perusahaan orang lain yang sah, tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Dalam transaksi uang di kasus ini, money changer di Indonesia melakukan barter dengan money changer di Singapura.
Transaksi melibatkan sejumlah perusahaan di Singapura yang sebenarnya melakukan transaksi wajar dan tidak terkait korupsi.
Ketiga, para pelaku memanfaatkan kemudahaan di negara lain. Dalam kasus ini, uang berasal dari negara Mauritius yang merupakan tax heaven country.
Kemudian, modus keempat, yaitu pelaku tindak pidana membeli aset tanpa nama. Dalam kasus ini, aset yang dibeli adalah uang melalui money changer.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/09/17261901/ahli-kasus-korupsi-e-ktp-pakai-modus-pencucian-uang