Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu No 7 Tahun 2017.
Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS).
Artinya, mantan koruptor diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.
"KPU belum menerima salinan putusan resmi dari MA sehingga KPU sampai saat ini masih berpegangan bahwa PKPU itu masih berlaku," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018) malam.
Pramono menyebut, KPU belum akan menentukan langkah selanjutnya selama belum menerima salinan putusan MA.
Namun, pihaknya memastikan akan melaksanakan apapun isi putusan MA terhadap uji materi.
"Kita lihat dulu, bunyi pertimbangan MA itu menjadi pertimbangan kami mengambil langkah-langkah terhadap napi koruptor itu," ujar dia.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah menyebut, pihaknya akan mengirimkan salinan putusan MA mengenai hasil uji materi terhadap PKPU secepatnya.
"Kan baru diputus. Ya, sesuai dengan aturan yang ada, nanti secepatnya (dikirim)," kata Abdullah.
Bawaslu sebelumnya meloloskan para mantan koruptor sebagai bakal caleg 2019.
Pada masa pendaftaran bacaleg, mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.
Para mantan koruptor tersebut lantas mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat. Hasil sengketa menyatakan seluruhnya memenuhi syarat (MS).
Bawaslu mengacu pada Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang tidak melarang mantan koruptor untuk mendaftar sebagai caleg.
Sementara KPU, dalam bekerja berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/15/08215501/belum-terima-salinan-putusan-ma-kpu-tetap-berpegang-pada-pkpu