Sebab, pelapor dalam kasus ini hanya membawa bukti berupa pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief soal tudingan mahar politik.
Sedangkan Andi Arief tak penuhi panggilan Bawaslu hingga empat kali.
Sementara itu, Bawaslu menilai kesaksian Andi Arief sangat penting dan diperlukan untuk memperjelas ada tidaknya praktik mahar politik.
"Tidak melihat dan mendengar secara langsung, hanya melalui tweet AA (Andi Arief). Sehingga peristiwa itu tidak jelas apakah perbuatan itu ada atau tidak," kata Ratna saat ditemui di kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).
Padahal, penerimaan itu harus dibuktikan, apakah melalui serah terima uang, apakah ada hitam di atas putih, ataukah ada dokumentasi yang menggambarkan adanya pertemuan dan serah terima uang.
Oleh karenanya, Ratna mengatakan, dugaan mahar politik hingga saat ini cenderung tak cukup bukti.
"Kalau kita melihat dari laporan, kemudian barang bukti yang diajukan, ya memang belum memberikan sebuah gambaran yang terang terkait peristiwa ini," ujar Ratna.
Andi Arief membuat pernyataan di Twitter yang menuai kehebohan publik, Rabu (8/8/2018) malam.
Andi menuding Sandiaga Uno, yang kala itu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, memberikan uang masing-masing Rp 500 miliar kepada dua partai koalisi Partai Gerindra, yakni PAN dan PKS.
Andi mengaku diperintah partainya untuk bicara mengenai dugaan mahar tersebut.
Andi merasa tidak takut jika pernyataannya di Twitter berujung pada konsekuensi hukum.
Buntut dari pernyataan Andi, Federasi Indonesia Bersatu melaporkan dugaan kasus mahar politik yang dilakukan bakal cawapres Sandiaga Uno ke Bawaslu, Selasa (14/8/2018).
Bawaslu menindaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil tiga orang saksi untuk dimintai keterangan, salah satunya Andi Arief.
Namun, Andi empat kali mangkir dari panggilan. Bawaslu sejauh ini hanya memeriksa dua orang saksi.
Sementara itu, Sandiaga membantah dirinya memberikan sejumlah dana kepada dua parpol pendukungnya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/30/05400021/komisioner-bawaslu--bukti-kasus-mahar-politik-sandiaga-lemah