Salin Artikel

Komunikasi Publik Pemerintah, Sisi Lemah Jokowi?

Saya tidak tertarik untuk menilik pergantian posisi Menteri PAN-RB dari kacamata peta politik, sebaliknya pergantian posisi Menteri PAN-RB justru sebetulnya terhitung terlambat karena dilakukan di saat kontestasi politik mulai berjalan.

Keterlambatan itu sebagai akibat keputusan Joko Widodo untuk mempercayakan posisi vital tersebut di luar partai PDI Perjuangan. Padahal fungsi sebagai Kementerian PAN-RB adalah membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

Mengutip data Badan Kepegawaian Negara (BKN), jumlah PNS hingga akhir 2017 mencapai 4,5 juta. Jauh dari ideal karena setiap 1,7 petugas PNS di Indonesia melayani 100 orang.

Meski belum ideal, kondisi PNS masih lebih lumayan dibandingkan Polri yang satu personelnya mesti melayani 350 orang!

Meski belum ideal dari sisi komposisi, PNS adalah wajah pemerintah. PNS juga memiliki pengaruh di lingkungan sekitar atau dalam spektrum terkecil, yakni keluarga.

Apa yang dirasakan PNS baik untuk mereka, akan dengan sadar dipromosikan pada orang terdekatnya.

Tentu saja, keadaan tersebut berimbas pada kualitas layanan mereka pada masyarakat yang menjadi cerminan kinerja pemerintah. Bukan jalanan, jembatan, waduk ataupun proyek-proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah dengan biaya yang tidak kecil dan ditujukan memudahkan masyarakat.

Sebaliknya, efektivitas dan efisiensi, ditambah keramahan para PNS ketika melayani masyarakatlah yang paling memengaruhi kognitif dan afektif individu yang dilayani oleh PNS. Artinya, jika PNS bekerja dengan maksimal, kesan itu pula yang diterima oleh masyarakat.

Lalu apakah PNS kita saat ini sudah puas dengan pemerintah Jokowi? Sulit mencari data sahih yang bisa menjawab hal tersebut.

Meski demikian, ada beberapa data resmi maupun yang tidak resmi sebagai indikasi yang dapat menjawab hal tersebut.

Pertama, data Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Juni lalu yang merilis hasil aduan masyarakat terkait dugaan aparatur sipil negara (ASN) terlibat dalam penyebaran berita bohong atau hoaks. Dari 14 laporan yang diterima BKN selama Mei 2018, pelaku ujaran kebencian didominasi dosen ASN.

Kedua, survei Roda Tiga Konsultan (RTK) yang dirilis Mei lalu mendapati responden yang berprofesi sebagai PNS sebanyak 42,1 persen memilih Prabowo dan hanya 21,1 persen yang memilih kembali Jokowi.

Benar bahwa PNS maupun ASN dilarang terlibat politik praktis, namun kembali lagi pada posisi mereka sebagai ujung tombak komunikasi menjadi satu faktor pembentuk citra pemerintah.

Sejarah politik di Indonesia akan selalu mencatat bagaimana vitalnya PNS dan ASN dalam setiap Pemilu.

Rezim Soeharto adalah contoh nyata penggunaan PNS dan ASN dalam setiap Pemilu untuk selalu menjadi kemenangan Golkar sejak 1971 hingga 1997. Manajemen kaderisasi Golkar di zaman itu sangat solid karena didukung penuh tiga instrumen utama, yakni aparat militer, birokrat, dan kalangan sipil.

Bagaimana pemerintah setelah Soeharto? Dua Presiden, Gus Dur dan Megawati, adalah masa yang rapuh. Pada masa keduanya, posisi menteri yang mengurus PNS dan ASN itu empat kali berganti dari Freddy Numberi, Ryaas Rasyid, Anwar Supriyadi hingga Feisal Tamin.

 

Permen baru

Kesuksesan Susilo Bambang Yudhoyono menekuk Megawati pada Pemilu 2004 membawa perubahan pada kementerian yang mengurus PNS dan ASN, di tangan seorang jenderal polisi sekaligus politisi Partai Demokrat, Taufiq Effendi, menangani kementerian yang berganti nama menjadi Pendayagunaan Aparatur Negara Indonesia.

Genap menjabat selama lima tahun, SBY memanjakan PNS. Soal memuaskan atau tidak kenaikan tersebut, setidaknya data menunjukkan sejak 2004 gaji PNS selalu naik bahkan setahun jelang Pilpres 2009, Presiden SBY pun pernah menaikkan gaji PNS sampai 20 persen. Terbesar sejak era Orde Baru.

Belum cukup? Pada masa SBY, tak sedikit tenaga honorer yang diangkat sebagai PNS. Itu masih ditambah gula-gula berupa gaji ke-13 menjelang Pemilu 2009. Hasilnya? Pilpres 2009 relatif mudah dimenangkan.

Bagaimana di masa Jokowi? Sejak awal, penunjukkan Yuddy Chrisnandi sebagai menteri di luar PDI Perjuangan sudah cukup mengejutkan. Namun kejutan terbesar adalah pemberlakukan keputusan moratorium PNS.

Itu belum termasuk keputusan menteri Yuddy saat merilis kinerja akuntabilitas kementerian dan lembaga-lembaga negara. Sejumlah kementerian diberi nilai dan diberi peringkat. Ada yang mendapat nilai tertinggi ada pula yang paling rendah.

Kegaduhan pun terjadi yang pada akhirnya, kondisi konstelasi politik pun menyingkirkan Yuddy ke Ukraina untuk digantikan wakil PAN, Asman Abnur. Pergantian menteri rupanya, tak cukup memuaskan Presiden Jokowi yang gregetan dengan komunikasi publik.

Dalam Rapat Kabinet di Istana Negara pada 1 Februari 2017, Presiden pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap komunikasi publik. Bukan sekali, Presiden mengungkapkan harapannya pada para pembantunya agar memperbaiki komunikasi yang hasilnya belum tampak.

Jika sistem dan pola komunikasi publik pemerintah stagnan dalam kondisi sekarang, pada akhirnya kerja pemerintah tenggelam oleh kabar yang lain. Sayangnya, tak banyak disadari komunikasi publik di Kementerian dan lembaga negara dikerjakan oleh PNS dan ASN.

Presiden Jokowi pun menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik sekaligus mendukung PP Kominfo No 35 Tahun 2014 yang memberikan ketetapan pengelolaan narasi tunggal komunikasi publik di bawah Kominfo.

Untuk mempercepat harapan Presiden, Menteri Kominfo Rudiantara pun merilis program Tenaga Humas Pemerintah (THP) pada 2015. Harapannya, tenaga profesional humas dapat menjadi ujung tombak komunikasi publik setiap Kementerian dan Lembaga.

Hasilnya? Ditemukan sejumlah fakta. Pertama, sejumlah THP justru dikembalikan ke Kominfo. Kedua, Presiden pun mengungkapkan kekecewaannya. Di luar itu, jarang disadari, gerak langkah Pranata Humas pemerintah diatur oleh Permen PAN RB No 6 Tahun 2014 yang diteken Menteri Azwar Abubakar.

Bagi praktisi humas, akan mudah melihat bagaimana Permen tersebut membuat komunikasi publik pemerintah berjalan lambat dan tidak memacu pranata humas pemerintah untuk mengimbangi derasnya arus informasi negatif.

Satu contoh, sangat rendahnya poin yang didapatkan pranata humas setiap kali mentwit atau mengunggah keberhasilan pemerintah di media sosial. Jadi, mau ganti menteri sekalipun, tanpa Permen baru, wajah pemerintah Jokowi akan selalu minimalis.

https://nasional.kompas.com/read/2018/08/22/11281321/komunikasi-publik-pemerintah-sisi-lemah-jokowi

Terkini Lainnya

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke