Hal ini termasuk politisi yang duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Kalau lihat sudah sebanyak itu yang ditangkap, saya lebih cenderung mengatakan mereka korban sistem yang buruk, sistem politik, termasuk sistem kepartaian," kata Ruki dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Konstitusi Kita?" di Jakarta, Sabtu (4/8/2018).
Menanggapi hal tersebut, mantan anggota Lembaga Kajian MPR RI Ahmad Farhan Hamid menyatakan, dirinya memandang ada karakter yang tidak benar dalam sistem rekrutmen politisi. Oleh karena itu, sistem rekrutmen politisi partai politik (parpol) harus diperbaiki.
Selain itu, penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi harus dilaksanakan dengan memberikan hukuman berat. Menurut dia, Indonesia bisa mencontoh China.
"Korupsi itu menurut saya extraordinary crime (kejahatan luar biasa). China bisa diambil contoh, menggunakan cara yang amat ketat dalam sistem totaliter ke dalam, tapi masih dijumpai korupsi dan (akhirnya) dihukum mati. Kenapa di Indonesia tidak seperti itu?" ujar Farhan.
Ia menyebut, sistem parpol di Indonesia masih sangat sederhana. Siapa pun bisa mendirikan parpol, bahkan kadang parpol tanpa ideologi selain ideologi negara.
"Mestinya partai harus punya komitmen kuat untuk sesuatu hal untuk memperbaiki bangsa ini ke depan," ungkap Farhan.
Hal ini termasuk pula sistem rekrutmen yang selektif. Dengan demikian, kader-kader yang terpilih adalah kader yang terbaik dan tidak mudah berpindah parpol.
"Ke depan saya kira para politisi kita harus siapkan undang-undang tentang tidak boleh ada orang pindah partai langsung bisa masuk ke pengambilan posisi jabatan publik. Kalau mau pindah partai, baru boleh mencalonkan ke DPR mungkin 5 tahun ke depan," sebut Farhan.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/04/14400741/banyak-yang-terjerat-korupsi-rekrutmen-parpol-dinilai-harus-dibenahi