Salin Artikel

Apa yang Keliru dengan Ekstremisme?

Survei yang pertama diinisiasi oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan (RK) tentang survei tingkat radikalisme di seratus masjid kantor pemerintahan (kementerian, lembaga negara, dan BUMN).

Survei kedua dinisiasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA tentang tingkat dukungan publik terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersyariah.

Jika digabungkan, kedua survei ini membuka kembali kontak pandora wacana pembentukan bangsa Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

Pesan utamanya sangat jelas, bahaya intoleransi dan ekstrismisme jauh lebih besar daripada terorisme karena orang tidak dapat dihukum hanya dengan berpikir, baru ketika berbuat.

Namun, ekstrismisme merupakan ladang subur berkembangnya benih-benih aksi kekerasan dan atau terorisme yang sekarang bukan lagi merambah orang dewasa namun telah melibatkan generasi harapan bangsa, anak-anak kita yang tercinta.

Beberapa pakar pendidikan dan psikolog keluarga memaparkan indikasi ekstrimisme ini terjadi sejak seseorang mulai menutup dirinya untuk menerima perbedaan cara berpikir dan budaya, merasa keyakinannya superior, lebih murni dan mengajak orang lain untuk memiliki cara berpikir yang sama dengan dirinya dengan berbagai macam cara, dari yang persuasif hingga paksaan, intimidasi, group atau social bullying dan bentuk lainnya.

Cara "mengkader" orang lain pada umumnya melalui ajakan yang sangat menarik, tetapi ujungnya mengubah cara pikir orang lain terhadap keluarga, tujuan hidup, interaksi dengan lingkungan sekeliling, masyarakat, dan negara.

Inilah kunci mengapa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, begitu banyak orang yang putus hubungan, baik offline maupun online, dengan teman SD, SMP, SMA dan kuliah bahkan berujung perceraian karena perbedaan cara melihat hidup dan masa depan bangsa.

Titik tolak perubahannya adalah ketika seseorang mulai merasa tidak nyaman berelasi di luar kaumnya sendiri, cenderung tidak ingin berinteraksi dengan keyakinan berbeda ataupun mereka yang memiliki cara berpakaian berbeda.

Kehebatan demokrasi

Turunnya angka pendukung pro-Pancasila ke pilihan alternatif tadi sebenarnya konsekuensi logis dari sistem demokrasi Pancasila. Demokrasi memberikan ruang bebas bagi siapa saja untuk bersuara. Namun, ada perbedaan mendasar antara suara yang memperjuangkan kepentingan seluruh pihak dan yang mementingkan hanya kelompok tertentu.

Ada seorang kawan baik yang selalu mengingatkan saya bahwa dalam proses demokrasi, sudah benar seluruh pihak dapat bersuara. Akan tetapi, jika ada suara yang tujuan akhirnya mendiskriminasi kelompok tertentu, maka jelas keluar dari koridor demokrasi.

Wacana NKRI bersyariah ini sudah bergulir sejak sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia karena alasan yang tampaknya rasional, yaitu mayoritas.

Pemikiran ini telah diimbangi dengan sila keempat Pancasila bahwa semua keputusan harus berdasar pada musyawarah mufakat, bukan voting.

Perkembangan wacana ini diembuskan kembali oleh kelompok-kelompok yang memiliki niat bersayap.

Wacana ini keluar bukan karena rasionalitas kebangsaan demi kepentingan bersama, tetapi dikendarai oleh politisasi identitas demi kepentingan pribadi dan kelompok.

Argumen yang selalu dikumandangkan adalah pemisahan identitas melalui kekerasan, paksaan, intimidasi, dan pemecah-belahan. Ujungnya pembelaan hanya terhadap satu kaum, bukan berdasarkan tujuan mencapai kebinekaan, keberagaman, saling menerima perbedaan, dan harmonis.

Inilah yang kita sebut ekstremisme.

Kekeliruan ekstremisme

Setelah rangkaian diskusi dengan berbagai kalangan, termasuk pakar terorisme, guru besar filsafat, aktivitis, tokoh agama, dan akademisi pemerhati isu intoleransi dan ekstrimisme, selama kurang lebih 1 bulan, tim Kemitraan mencoba membumikan definisi intoleransi dan ekstremisme.

Intoleransi adalah sikap dan perilaku tidak menghargai dan tidak menghormati keyakinan dan keberadaan perorangan, kelompok atau golongan lain yang berbeda tanpa paksaan.

Adapun ekstrimesme adalah pemikiran, sikap, dan tindakan orang atau kelompok orang yang menuntut suatu perubahan serta menentang struktur masyarakat atau negara yang diungkapkan secara keras, termasuk penyebaran stereotipe negatif, paksaan, intimidasi baik individu atau kelompok dalam rangka membangun masyarakat yang homogen sesuai dengan ideologi atau agama tertentu.

Tindakannya mencakup usaha penyebaran, baik online maupun offline, yang mengajak dan mengumpulkan simpatisan dari membenci golongan atau kelompok tertentu hingga melanggar konsensus bangsa (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI).

Ekstremisme terjadi ketika munculnya wujud tindakan yang menolak perbedaan, eksklusif, membuat dunia kita menjadi masyarakat homogen melalui pemaksaan, intimidasi mayoritas terhadap kelompok atau individu, ataupun ancaman jika tidak mengikuti keinginan kelompok tertentu dengan cara memberikan sanksi sosial ataupun buli terselubung.

Mari kita lihat cara penyebaran paham ekstremis ini dengan melihat temuan survei P3M dan Rumah Kebangsaan.

Metode penyebaran konsep alternatif ini cenderung menggunakan ujaran kebencian. Dari 41 masjid yang diteliti di Jakarta, secara berturut-turut metode yang digunakan adalah ujaran kebencian (60 persen), sikap negatif terhadap agama lain (17 persen), sikap positif terhadap khilafah (15 persen), sikap negatif terhadap minoritas (6 persen), kebencian pada minoritas (1 persen), dan sikap negatif terhadap pemimpin perempuan dan non-muslim (1 persen).

Jika sebuah pemikiran muncul dari rasa kebencian, maka keluaran dari basis pemikiran demikian, sudah pasti tidak akan dapat inklusif.

Apa yang keliru dengan pemikiran ini?

Ada tiga hal. Pertama, pemikiran ekstrem cenderung akan menghasilkan rasa superioritas, tirani mayoritas, dan kewarganegaraan yang tidak berimbang (unequal citizenship).

Memang wacananya tidak keliru. Buah pemikiran apa pun harus dapat didiskusikan dengan seluas dan seterbuka mungkin karena itulah kehebatan demokrasi.

Namun, jika hasil keluarannya adalah kewarnanegaraan yang diskriminatif karena perbedaan agama, suku, ras dan keyakinan, maka ini adalah twisted democracy (demokrasi yang menyimpang).

Contoh Amerika Serikat bisa menjadi sebuah pelajaran sistem demokrasi di dunia bahwa proses pemilu mereka telah dikooptasi dengan superioritas kaum kulit putih terhadap kulit berwarna dan superioritas keyakinan mayoritas terhadap keyakinan lainnya. Kini baik warga Amerika maupun dunia prihatin terhadap kondisi Amerika Serikat sekarang ini.

Apakah kita akan bernasib seperti Amerika Serikat yang dipimpin oleh para pemimpin yang melanggengkan pemikiran ekstrem, bukan hanya terhadap warganya sendiri, tetapi kepada dunia?

Perkuat kewarganegaraan

Dari survei Rumah Kebangsaan, solusi yang ditawarkan adalah koreksi cara berpikir para tokoh agama. Adapun Denny JA menyuarakan perlunya marketing Pancasila lintas generasi.

Kedua rekomendasi ini dapat disatupadukan dengan solusi yang ditawarkan sesuai koridor demokrasi, yaitu perkuat kewarganegaraan dari generasi muda hingga tingkat aparat negara.

Memang sebuah pekerjaan rumah yang berat karena kita melekatkan pendidikan kewarganegaraan ini bersama dengan tergerusnya semua peninggalan Orde Baru. Satu hal yang kita lupa adalah generasi terus berganti dan tradisi adalah kunci dari sebuah bangsa.

Layaknya lagu Nina Bobo yang terus didengungkan lintas generasi, begitu pula dasar-dasar negara yang sudah diekstrak dari seluruh pemikiran lintas suku, agama, dan ras yang menyusun bangsa Indonesia, harusnya membahana dan merasuk ke sanubari setiap insan bangsa kita, yang jika dilucuti keseluruhan sejarah, budaya, dan bahasanya, kesimpulannya hanya satu, berbeda-beda namun satu jua.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/25/06070041/apa-yang-keliru-dengan-ekstremisme-

Terkini Lainnya

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke