Salin Artikel

Deepfake Videos: Musuh Utama Jurnalisme Multimedia

Penyebaran informasi tersebut dipermudah oleh perkembangan perangkat telekomunikasi dan internet. Akibatnya, sebuah informasi bisa melesat sedemikian cepat dari seseorang di negara tertentu ke orang lain di negara lain.

Tentu hal ini menguntungkan. Namun, dalam beberapa hal, kemudahan ini mendatangkan malapetaka.

Artinya, teknologi memudahkan orang untuk mengemas teks, foto, dan video menjadi informasi yang bisa dia sebar ke mana saja secara mudah.

Namun, pada saat yang sama, teknologi memungkinkan setiap orang untuk mengemas informasi yang tidak benar secara sengaja dan menyebarkannya untuk menciptakan kegaduhan.

Beberapa orang menyebut informasi yang tidak benar itu sebagai hoax, fake news, misinformasi, disinformasi, dan berbagai sebutan yang lain.

Informasi bohong itu muncul dalam berbagai bentuk. Bentuk yang sering beredar di masyarakat adalah dalam bentuk teks. Bentuk lainnya adalah manipulasi foto.

Manipulasi itu bisa dalam bentuk pengubahan materi visual di dalam foto, atau pememuatan foto tertentu dengan penambahan berbagai informasi yang menyesatkan.

Dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh International Fact-Checking Network (IFCN) baru-baru ini di Roma, tantangan masa depan pemberantasan informasi palsu semakin berat.

Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara mengikuti konferensi tersebut dan menyaksikan bahwa bentuk informasi palsu tidak lagi hanya berbentuk teks dan foto, namun juga video.

Ancaman deepfake videos

Dalam sesi Brace for the coming fake videogeddon, peserta konferensi yang diselenggarakan IFCN membahas tentang perkembangan teknologi untuk membuat video palsu. Beberapa kalangan menyebut video palsu ini sebagai deepfake videos.

Seberapa berbahaya deepfake videos bagi masyarakat? Sangat berbahaya. Paling tidak ada dua alasan untuk hal itu.

Pertama, deepfake videos bisa berbentuk video pernyataan yang disampaikan oleh figur publik, padahal figur publik tersebut sama sekali tidak pernah mengatakan hal itu. Kedua, teknologi untuk membuat deepfake videos berkembang sangat pesat.

Salah satu deepfake videos yang dibahas di dalam konferensi itu adalah video yang menampilkan sosok menyerupai Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Dalam video tersebut, "Donald Trump" digambarkan sedang memberikan pernyataan tentang Belgia. Wajah, ciri-ciri fisik lain, serta gerak tubuh sosok di dalam video tersebut mirip dengan Trump.

Menurut sebuah artikel di laman IFCN, video itu dibuat dan disebarkan melalui media sosial untuk menekan pemerintah Belgia agar bertindak dalam permasalahan perubahan iklim.

Trump tidak pernah memberikan pernyataan tersebut. Namun, bagaimana video itu bisa muncul?

Hasil penelusuran jaringan pengecek fakta internasional membuktikan bahwa materi dasar video tersebut adalah video pernyataan Trump tentang hal lain. Kemudian, video asli tersebut dimanipulasi sedemikian rupa, terutama pada bagian gerak mulut, dengan menambahkan suara yang sangat mirip dengan suara Trump.

Suara itu dibuat dengan mengompilasi berbagai kata yang pernah diucapkan oleh Trump di berbagai kesempatan terpisah dan dirangkai untuk membentuk sebuah kalimat tentang isu perubahan iklim di Belgia.

Dalam riset tersebut, tim hanya menggunakan rekaman suara Barrack Obama ketika masih menjadi Presiden Amerika Serikat.

Dengan menggunakan algoritma tertentu, tim riset berhasil menanamkan mesin pintar di dalam perangkat komputer yang mampu mengenali dan mempelajari gerakan mulut dan gerak tubuh Barrack Obama.

Teknologi machine learning ini diterapkan untuk mengenali dan mempelajari sebanyak mungkin video Barrack Obama yang beredar di ruang publik. Mesin tersebut pada akhirnya memiliki bank data tentang gerak tubuh dan gerak bibir Barrack Obama.

Tahap selanjutnya adalah membuat video imitasi yang memperlihatkan sosok yang sangat mirip dengan Barrack Obama hanya dengan berbekal rekaman suara mantan Presiden Amerika tersebut.

Untuk mendapatkan video imitasi tersebut, tim riset memasukkan rekaman suara Barrack Obama ke dalam sistem, dan "meminta" mesin pintar untuk "menciptakan" video yang sangat mirip dengan aslinya.

Tentu jika tidak diantisipasi, teknologi ini memungkinkan pihak tertentu untuk membuat video yang memperlihatkan sosok "Barrack Obama" atau sosok lain sedang mengatakan hal tertentu padahal itu tidak pernah terjadi.

Deepfake videos memang belum banyak beredar, apalagi di Indonesia. Namun, tidak ada yang bisa menjamin bahwa perkembangan teknologi manipulasi video akan melambat.

Semua orang tentu berkepentingan dengan hal ini. Jurnalis adalah bagian dari masyarakat yang memiliki tanggung jawab besar untuk mengantisipasi hal ini. Perkembangan teknologi deepfake video merupakan sinyal bagi jurnalis untuk lebih giat melakukan verifikasi alias pengecekan fakta.

Selain melakukan pengecekan fakta secara tradisional melalui konfirmasi ke berbagai pihak, sudah saatnya jurnalis mulai "menjalin persahabatan" dengan teknologi yang berguna untuk mencegah, mengenali, dan mengecek kebenaran sebuah informasi yang muncul dalam format multimedia.

https://nasional.kompas.com/read/2018/06/25/07000091/deepfake-videos--musuh-utama-jurnalisme-multimedia

Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke