"AHY bicara realitas kok, apa adanya. Tidak vulgar, bahasanya juga tetap santun, jauh dari hoaks, apalagi ujaran kebencian. Berbeda sekali dengan pernyataan mereka yang sudah tergolong senior. Justru itu yang berpotensi ke perpecahan," ujar Amir kepada Kompas.com, Kamis (14/6/2018).
Oleh sebab itu, Partai Demokrat tidak khawatir orasi AHY berpotensi merenggangkan hubungan dengan Istana.
"Bagi pihak-pihak yang berpikir dewasa dan terbuka, terlalu picik apabila kita menggiring orasi AHY ke hubungan baik," ujar Amir.
Lagipula, Demokrat juga sudah mengukur bahwa orasi berisi kritik tersebut tak membuat hubungan dengan Istana menjadi renggang.
Bagi Demokrat, lanjut Amir, apabila partainya nanti menjalin koalisi dengan pemerintahan Jokowi-JK, itu tidak membuat kritik berhenti dilontarkan.
Justru kritik membangun sangat diperlukan untuk mencari solusi atas sebuah permasalahan.
"Seandainya pun sejarah memanggil bahwa AHY akan menjadi mitra pemerintah, itu tidak akan menghalangi apapun. Karena sekali lagi orasinya AHY itu mengemukakan beberapa topik mengenai realita," ujar Amir.
Diberitakan, dalam orasi selama 40 menit bertajuk "Mendengar Suara Rakyat" pada Sabtu (9/6/2018) lalu, AHY melontarkan lima 'peluru' kritik bagi Jokowi-JK.
Lima isu yang disasar AHY, yakni menurunnya daya beli masyarakat, naiknya tarif dasar listrik, kurangnya pembukaan lapangan pekerjaan, derasnya aliran tenaga kerja asing dan revolusi mental yang dinilai tidak berjalan.
Khusus soal revolusi mental, AHY tegas mengatakan, "Ketika pemerintah saat ini berhasil membangun ribuan kilometer jalan, ratusan jembatan, dan proyek infrastruktur lainnya, lantas kita patut bertanya, apa kabar, revolusi mental?"
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/14/16530971/demokrat-pidato-ahy-realitas-tidak-hoaks-berbeda-dengan-mereka-yang-senior