"Isu konflik tidak dapat dipisahkan dari persoalan kekerasan terhadap perempuan," kata Azriana dalam peluncuran Kajian Perkembangan Kebijakan Penyikapan Konflik Selama 20 Tahun Reformasi untuk Pemajuan Pemenuhan HAM Perempuan dan Pembangunan Perdamaian di Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Hasil pemantauan Komnas Perempuan, imbuh Azriana, perempuan rentan mengalami kekerasan seksual pada masa konflik. Selain itu, pada proses dan masa perdamaian, perempuan juga kerap dipinggirkan.
Azriana menuturkan, perempuan terus berhadapan dengan kerentanan pada kekerasan dan diskriminasi. Situasi ini hadir sebagai akibat terus tumbuh dan berakarnya hierarki jender dalam dinamika konflik, maupun proses perdamaian.
"Situasi ini termanifestasi antara lain dalam bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan pada masa konflik," ungkap Komnas Perempuan dalam laporannya tersebut.
Pada akhirnya, pada masa pascakonflik, justru menghadirkan lanjutan kekerasan dan ketimpangan bagi perempuan. Kekerasan yang berlanjut pun dapat berubah wujud, melintas batas geografis maupun batas antara ranah publik dan privat.
Perempuan juga rentan kehilangan akses atas hak-hak ekonomi dan sosial. Ini adalah akibat lemahnya jaminan kepemilikan tanah atau rumah dan untuk menjalankan transaksi ekonomi atas nama dirinya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/23/16533611/konflik-tak-bisa-dipisahkan-dari-kekerasan-terhadap-perempuan