Salah satu nawa cita Jokowi-JK yang masih belum tuntas adalah melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional.
"Masih jauh dari kata berhasil. Karena dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang dalam kondisi darurat," kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/5/2018).
Komnas HAM pun mencatat empat kondisi darurat pendidikan Indonesia.
Pertama, darurat karena banyak kasus pelanggaran HAM.
Adapun jumlah tindakan pelanggaran HAM di sekolah dan perguruan tinggi dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan jumlah juga bisa dilihat dari ragam bentuk pelanggaran, pelaku, korban dan modus operandinya.
Data Badan Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Anak (Unicef) menyebutkan, 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 4 anak laki-laki di Indonesia mengalami kekerasan.
"Data ini menunjukkan kekerasan di Indonesia lebih sering dialami anak perempuan," ujar Beka.
Data Komnas HAM, kasus dugaan pelanggaran HAM terkait isu pendidikan cenderung meningkat. Pada 2017 terdapat 19 kasus, sedangkan 2018 sampai April 2018 sudah ada 11 kasus.
Hak-hak yang dilanggar, antara lain hak atas pendidikan, hak memperoleh keadilan, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, dan hak atas hidup.
"Tempat kejadiannya ada di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara," kata dia.
Kedua, darurat karena ranking pendidikan Indonesia yang buruk.
Pencapaian nilai Programme for Internasional Student Assessment (PISA) pada 2015 berada pada posisi 64 dari 72 negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Adapun di Asia Tenggara, ranking pendidikan Indonesia nomor 5 di bawah Singapura, Brunei Darusssalam, Malaysia dan Thailand.
"Harusnya ranking pendidikan Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara maju karena anggaran pendidikannya besar mencapai 20 persen dari APBN atau lebih dari Rp 400 triliun,” ucap Beka.
Ketiga, kondisi darurat yang terjadi lantaran banyak kasus korupsi yang berkaitan dengan anggaran pendidikan.
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada rentang waktu 2005 – 2016 terdapat 425 kasus korupsi terkait anggaran pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun dan nilai suap Rp 55 miliar.
"Anggaran untuk pendidikan pada 2016 lalu jumlahnya mencapai Rp 424,7 triliun," kata Beka.
Pelakunya melibatkan kepala dinas, guru, kepala sekolah, anggota DPR/DPRD, pejabat kementerian, dosen, dan rektor. Kasus terbanyak terjadi di dinas pendidikan.
Adapun objek yang dikorupsi terkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), sarana dan prasarana sekolah, dana BOS, dana buku dan infrastruktur sekolah.
"Korupsi sektor pendidikan harus diberantas tuntas. Pelakunya harus di hukum berat," kata Beka.
Sistem pendidikan yang belum berjalan dengan baik menjadi penyebab keempat kondisi darurat pendidikan di Indonesia.
Di mana sistem tersebut dianggap belum berjalan optimal karena kualitas guru yang rendah, suasana pembelajaran di sekolah yang tidak kondusif.
Lalu, kurikulum pendidikan yang membebani murid dan belum mengakomodasi keragaman budaya yang ada di masyarakat, serta metode pendidikan yang membosankan.
"Belum mampu menumbuhkembangkan potensi/bakat yang dimiliki murid," kata Beka.
Karenanya, Komnas HAM pun merekomendasikan kepada kementerian terkait dan berbagai pihak lainnya melakukan langkah konkrit.
Langkah itu antara lain, membentuk satuan tugas penanganan pelanggaran HAM di sekolah dan perguruan tinggi, mengimplementasikan Program Sekolah Ramah HAM (SRHAM).
"Juga meningkatkan kualitas guru dan memenuhi tenaga guru di daerah terpencil dan terluar Indonesia, memperbaiki kurikulum yang belum sesuai harapan masyarakat," kata Beka.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/02/12581141/komnas-ham-catat-4-kondisi-darurat-pendidikan-indonesia