Salin Artikel

Menurut Hakim, Setya Novanto Terbukti Memperkaya Diri, Orang Lain, dan Korporasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta meyakini bahwa terdakwa Setya Novanto telah terbukti memperkaya diri dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

"Unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi telah terbukti menurut hukum," ujar hakim Franky Tambuwun saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Menurut hakim, Novanto terbukti menerima uang 7,3 juta dollar Amerika Serikat. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo dan Johannes Marliem dari perusahaan Biomorf.

Pemberian uang kepada Novanto melalui pengusaha Made Oka Masagung dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi.

Menurut hakim, berdasarkan fakta persidangan, uang kepada Novanto dialirkan melalui sistem barter antar money changer.

Novanto juga terbukti menerima jam tangan merek Richard Mille tipe RM 011 seharga 135.000 dollar AS.

Menurut hakim, jam tangan yang harganya sekitar Rp 1,3 miliar itu diberikan oleh Andi Narogong dan Johannes Marliem dari perusahaan Biomorf.

Pemberian itu sebagai ucapan terima kasih karena telah meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR RI.

Namun, jam tangan itu telah dikembalikan kepada Andi, karena sudah ramai pemberitaan soal penyidikan KPK dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Novanto juga terbukti memperkaya pihak lain. Beberapa di antaranya, mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi sebesar Rp 50 juta, sebuah ruko dan sebidang tanah.

Kemudian, meperkaya politisi Partai Hanura Miryam S Haryani sebesar 1,2 juta dollar AS. Selain itu, mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini sebesar 500.000 dollar AS dan Rp 22 juta.

Kemudian, beberapa anggota DPR periode 2009-2014 sebesar 12,8 juta dollar AS dan Rp 44 miliar.

Novanto juga terbukti memperkaya sejumlah korporasi. Beberapa di antaranya yakni, Perum Percetakan Republik Indonesia sebesar Rp 107 miliar.

Kemudian, PT Sandipala Artahputra sebesar Rp 145 miliar.

Selain itu, PT Mega Lestari Unggul sebesar Rp 148 miliar. PT Len Industri sebesar Rp 5,4 miliar. Kemudian, PT Sucofindo sebesar Rp 8,2 miliar dan PT Quadra Solution sebesar Rp 79 miliar.

Hingga berita ini diturunkan, pembacaan tuntutan masih berlangsung.

Novanto sebelumnya dituntut 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Novanto juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 7,4 juta dollar Amerika Serikat terkait kasus korupsi proyek e-KTP.

Apabila menggunakan kurs dollar AS tahun 2010 senilai Rp 9.800, maka uang pengganti itu senilai sekitar Rp 72,5 miliar.

Jaksa KPK juga menuntut pidana tambahan agar hak politik Novanto dicabut setelah menjalani masa pidana.

"Pidana tambahan mencabut hak dalam jabatan publik 5 tahun setelah selesai pemidanaan," ujar Jaksa.

Dalam tuntutannya, jaksa menolak permohonan Novanto untuk memeroleh status sebagai justice collaborator.

Menurut jaksa, Novanto tidak memenuhi syarat sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

https://nasional.kompas.com/read/2018/04/24/13152971/menurut-hakim-setya-novanto-terbukti-memperkaya-diri-orang-lain-dan

Terkini Lainnya

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke