"Kita tahu korupsi penyakit yang akut di bangsa ini, kemiskinan eksis, kesenjangan ada salah satunya karena korupsi. Kami melihat ini satu tafsir progresif ya dari KPU," ujar Antoni usai melakukan pertemuan dengan Ketua KPU Arief Budiman, di KPU Pusat, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Antoni pun heran jika mantan narapidana kasus korupsi masih diizinkan ikut Pileg 2019. Padahal, Indonesia tidak kekurangan orang-orang bersih, berintegritas dan anti korupsi. Ia ingin institusi parlemen menjadi terhormat dengan melarang mantan narapidana kasus korupsi jadi caleg.
Langkah selanjutnya, Antoni menekankan pentingnya sosialisasi ke masyarakat akan pentingnya larangan ini. Di sisi lain, ia juga ingin seluruh partai politik peserta Pemilu 2019 melakukan proses perekrutan bakal calon legislatif secara transparan.
"Seperti kami ada anggota panel independen yang akan menilai layak atau tidaknya. Bahkan kalau enggak punya visi dan misi pemberantasan korupsi pasti dicoret. Saya kira partai harus kompak, ada harapan kita bisa mendapatkan parlemen yang baik," ujarnya.
Antoni juga pernah mengatakan, rencana KPU itu dapat menjaga integritas di antara calon yang akan dipilih oleh rakyat.
Selain itu, aturan tersebut juga dapat meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.
“Pemilu tidak boleh direduksi menjadi sekadar perkara seremoni berbiaya besar. Namun juga harus menghasilkan politisi berkualitas. Apalagi, korupsi masuk dalam kategori kejahatan luar biasa,” kata Antoni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/4/2018).
Kehadiran legislator yang punya rekam jejak hitam niscaya bakal menambah masalah bagi parlemen nanti.
KPU hingga saat ini tetap bertahan dengan keinginannya melarang mantan koruptor menjadi caleg 2019.
KPU menganggap korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga pelarangan perlu diatur secara tegas dalam peraturan KPU.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/18/16215141/psi-anggap-larangan-mantan-napi-korupsi-jadi-caleg-sebuah-langkah-progresif