Menurut dia, dukungan itu bisa menunjukkan adanya komitmen parpol dalam melakukan pemberantasan korupsi.
"Seharusnya dalam konteks mewujudkam komitmen anti-korupsi partai, partai harusnya apresiasi dan mendukung Komisi Pemilihan Umum," kata Almas melalui pesan singkat, Selasa (17/4/2018) malam.
Jika larangan itu mendapat penolakan dari fraksi-fraksi di DPR, Almas menilai, KPU tetap memiliki wewenang penuh untuk memuat larangan itu dalam Peraturan KPU (PKPU). Sebab, hasil rapat dengar pendapat tidak bersifat mengikat.
"Menurut kami, KPU punya wewenang untuk tetap lanjut. Karena RDP tidak mengikat," ujar dia.
Bagi ICW, langkah yang akan ditempuh KPU merupakan langkah progresif untuk mewujudkan pemilu yang demokratis sekaligus berintegritas.
"Bahkan, jangan cuma mantan narapidana tapi juga calon-calon dengan status hukum tersangka atau terdakwa kasus korupsi," kata Almas.
Sebelumnya Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz juga mempertanyakan sikap sejumlah partai yang menolak rencana larangan mantan narapidana korupsi tak boleh ikut pemilu anggota legislatif (pileg) 2019.
Menurut Donal, patut dicurigai parpol yang tak mendukung larangan tersebut merupakan partai yang kadernya banyak tersangkut korupsi.
"Saya mencurigai partai-partai yang tidak setuju dengan gagasan ini adalah partai-partai yang kadernya banyak terlibat kasus korupsi dan akan mengusung mereka kembali dalam pileg 2019. Itu pandangan saya," ujar Donal dalam sebuah diskusi di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (13/4/2018).
Menurut Donal, jika suatu partai menjalan proses perekrutan calon dengan benar, maka partai tersebut tidak perlu resah dengan adanya larangan tersebut.
Ia menilai larangan dalam PKPU itu nantinya akan menguatkan proses perekrutan di internal partai.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/18/08244181/parpol-diharapkan-dukung-larangan-nyaleg-bagi-mantan-napi-korupsi