Menurut Adam, nilai ajaran di NII dan Al Qiyadah Islamiyah cenderung keras dan berlawanan dengan nilai agama dan ideologi Pancasila. Ia menuturkan, NII memiliki cita-cita kebangkitan Islam dengan cara mendirikan negara Islam, dan Al Qiyadah bergerak dengan konsep kerasulannya terhadap sang tokoh Ahmad Musadeq.
Sementara dalam ajaran Millah Abraham, Ahmad telah mencabut status kerasulannya dan mengubah perspektifnya bahwa Gafatar menerapkan nilai agama secara universal dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Menurut Adam, Gafatar cenderung ditentang oleh masyarakat dikarenakan masih dianggap sebagai organisasi turunan NII dan Al Qiyadah Islamiyah dengan konsep dan pandangan yang sama.
"Itu yang menjadi kegagalan pemahaman masyarakat tentang apa itu Millah Abraham dan Gafatar. Di situ kami diajarkan hukum Tuhan itu tidak meniadakan hukum lain, tapi harus jadi hukum tertinggi dan universal," ungkap Adam dalam sebuah diskusi di Kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
"Di ajaran Millah Abraham mengajarkan ke kami, bukan cuma kita yang punya misi membawa kebangkitan, teman-teman dari agama dan keyakinan lain juga," lanjut dia.
Dengan demikian, kata Adam, Millah Abraham memungkinkan umat dari agama dan keyakinan lain bisa ikut mewujudkan nilai ajaran Millah Abraham. Adam menjelaskan, ajaran tersebut membuat pengikut Gafatar tak lagi fokus memperjuangkan kebangkitan agama, melainkan kebangkitan peradaban masyarakat.
"Karena kita yakin bangsa ini punya modal besar untuk jadi negara besar, manusianya, sumber dayanya. Makanya juga kenapa Pancasila yang digadang dalam Gafatar. Kita menginterpretasikan nilai Pancasila," paparnya.
Adam mencontohkan, dalam sila pertama Pancasila, pengikut Gafatar diajarkan bahwa segala perbedaan agama dan keyakinan merupakan keniscayaan hidup di Indonesia. Sehingga, perbedaan tidak dipandang sebagai alat untuk menimbulkan perpecahan.
"Kesadaran ini diikat dalam aksi kemanusiaan, seperti aksi sosial, nah pada saat kami melakukan aksi-aksi sosial, kami dipersekusi, dan diusir, kami bingung kita salah apa ya," kata dia.
Padahal, kata Adam, kelompoknya telah berhasil mengelola berbagai lahan gambut untuk kepentingan pertanian. Ia mengungkapkan, ada pihak yang mengirimkan surat edaran secara luas yang meminta masyarakat mewaspadai gerakan Gafatar.
"Inilah yang membuat risih masyarakat, yang akhirnya terjadi persekusi. Sejak saat itu, anggota kami di 30 provinsi ada kena persekusi," kata dia.
Adam memaparkan, suku Dayak merupakan pihak yang paling tertarik dengan program sosial Gafatar, seperti pertanian di lahan gambut dan mengubah air payau menjadi layak minum. Suku Dayak pun menjalin kesepakatan dengan Gafatar untuk mengelola tanah milik suku Dayak.
"Karena enggak sanggup sendiri, kami putuskan bubar tahun 2015. Dan kita bentuk kelompok tani Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara yang meleset, dan dianggap kami ingin bentuk negara," ungkapnya.
Sejak saat itu, pemerintah dan masyarakat melakukan penentangan terhadap para eks Gafatar.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/23/07370831/kisah-eks-gafatar-mengabdi-di-masyarakat-dan-berakhir-terusir