Salin Artikel

Bantah Novanto, PDI-P Klaim Puan dan Pramono Tak Terima Uang E-KTP

Hal itu disampaikan Hasto menanggapi keterangan mantan Ketua DPR sekaligus terdakwa korupsi e-KTP, Setya Novanto dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Hasto mengatakan, saat proyek e-KTP dijalankan, PDI-P sebagai oposisi tidak memiliki menteri di pemerintahan sehingga tidak ikut mendesain.

Karena itu, ia merasa saat ini seolah ada upaya menyudutkan PDI-P melalui kasus tersebut.

"Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian, atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov (Setya Novanto), kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tersebut," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Kamis.

Ia menambahkan, saat ini seperti ada upaya seorang terdakwa menyebutkan banyak nama di dalam persidangan agar dijadikan justice collaborator (JC).

Hasto menilai, apa yang dilakukan Novanto dengan menyebut nama Puan dan Pramono sebagai upaya mendapatkan status JC yang akan meringankan dakwaan.

Hasto juga mengatakan, PDI-P justru memiliki konsep e-KTP yang berbeda dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu.

Ia mengungkapkan, saat itu PDI-P menginginkan agar e-KTP bukan seperti sekarang, tetapi mengintegrasikan data pajak, BKKBN dan kependudukan.

Hasil integrasi data lantas divalidasi melalui sistem single identity number. Sistem tersebut juga diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga ke dokter kandungan dan bidan.

PDI-P, lanjut Hasto, berpendapat bahwa Menteri Dalam Negeri saat Itu, Gamawan Fauzi, seharusnya memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP.

“Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan tersebut pada awal kampanyenya menjanjikan 'katakan TIDAK pada korupsi', dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi," papar Hasto.

"Tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP," lanjut dia.

Novanto sebelumnya menyebut ada uang hasil korupsi yang mengalir kepada dua politisi PDI Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung.

Menurut Novanto, keduanya masing-masing mendapatkan 500.000 dollar Amerika Serikat.

"Bu Puan Maharani Ketua Fraksi PDI-P dan Pramono adalah 500.000. Itu keterangan Made Oka," kata Setya Novanto kepada majelis hakim, saat diperiksa sebagai terdakwa.

Menurut Novanto, suatu saat pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Made Oka Masagung datang ke kediamannya.

Menurut Novanto, saat itu Oka menyampaikan bahwa ia sudah menyerahkan uang kepada anggota DPR.

"Saya tanya pada waktu itu 'Wah untuk siapa?' Disebutlah, tidak mengurangi rasa hormat saya dan saya minta maaf, karena ada juga saudara Andi di situ, adalah untuk Puan Maharani 500.000 (dollar AS) dan untuk Pak Pramono 500.000 (dollar AS)," kata Novanto.

Pramono dan Puan tidak termasuk dalam daftar penerima aliran dana korupsi e-KTP yang disusun jaksa KPK dalam dakwaan.

Keduanya juga belum pernah diperiksa sebagai saksi oleh KPK.

https://nasional.kompas.com/read/2018/03/22/12522561/bantah-novanto-pdi-p-klaim-puan-dan-pramono-tak-terima-uang-e-ktp

Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke