Sebab, menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, negara bukan melindungi korban tetapi ikut mendorong korban mengalah terhadap pelaku ujaran kebencian.
"Sayangnya sering kali pemerintah menunjukan keberpihakan, atau memaksa kelompok minoritas untuk mengalah," ujarnya di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Dalam kasus diskusi di LBH Jakarta 2017 silam misalnya, sejumlah massa datang menentang acara diskusi publik karena dituding sebagai aksi mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ideologi komunisme.
Namun, pihak keamanan justru membubarkan acara diskusi ketimbang menindak tegas kelompok yang menuding acara diskusi sebagai aksi bela PKI dan komunisme.
"Saya kira pendekatannya yang keliru. Tujuannya benar tetapi dalam praktiknya jauh dari standar HAM," kata Usman.
Tidak cuma itu, Usman juga menilai kegamangan aparat negara menindak retorika yang berisi kebencian terjadi pada isu lainnya seperti isu anti-Islam atau anti kelompok masyarakat trans gender.
Di Aceh misalnya, aparat keamanan merazia sejumlah salon di Kecamatan Lhoksukon dan Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara pada Sabtu (27/1/2018).
Polisi lantas menangkap 12 waria dan memangkas rambut panjang para waria layaknya seorang pria.
Di tempat yang sama, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Fajrimei A Gofar menilai bahwa persepsi pemerintah keliru menangani persoalan retorika kebencian tidak sepenuhnya benar.
Meski begitu ia juga menyayangkan aksi yang terjadi di Aceh atas razia Waria. Pemerintah, tutur dia, juga menaruh perhatian atas kasus tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/22/18310611/ujaran-kebencian-pemerintah-dinilai-tak-berpihak-pada-kelompok-minoritas