Menurut Syaiful, sah-sah saja bila Arief menghadiri undangan dari Komisi III DPR. Sebab, jalur masuk menjadi hakim konstitusi memang bersalah dari tiga pintu, yaitu politisi, profesional, dan pemerintah.
"Tapi kan bermuara dan berakhir di politik. Maka, hadir silaturahmi itu sah-sah saja. Soal memperbincangan apa, kan tidak tahu jadi Dewan etik sudah benar putusannya yaitu sanksi ringan," kata Syaiful dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Lebih lanjut, dia malah bertanya-tanya mengapa ada sekelompok orang atas nama demokrasi dan etika, lantas mendesak Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK dan hakim konstitusi.
Menurut Syaiful, kelompok tersebut tidak memiliki kewenangan, dan mundur-tidaknya Arief bukan menjadi wilayah kelompok itu.
"50-an guru besar juga membuat statement mengusulkan agar Ketua MK mundur. Itu bukan urusannya," kata Syaiful.
Kemudian, dia pun sepakat dengan pendapat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah, bahwa kejadian ini patut diduga ada yang mendesain (by design).
Sebelumnya, desakan agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim MK terus disuarakan berbagai pihak. Salah satunya, disampaikan oleh 54 guru besar dan profesor dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia.
Mereka antara lain dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanudin, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh November, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Andalas.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/15/19392931/profesor-muhammadiyah-sindir-54-guru-besar-yang-minta-ketua-mk-mundur