Hal itu disampaikan Yasonna seusai acara refleksi akhir tahun Kementerian Hukum dan HAM 2017, di Kantor Kemenkum HAM, Kuningan, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
"Over kapasitas tetap menjadi catatan kami," kata Yasonna.
Menurut dia, ada beberapa pendekatan dalam menangani hal ini, di antaranya membangun penjara baru.
Namun, untuk membangun penjara baru, Kemenkumham terkendala masalah finansial.
"Bahwa dari segi membangun, kami tidak mampu secara finansial," ujar Yasonna.
Setiap bulan, kata Yasonna, rata-rata ada 2.000 tahanan baru. Dalam satu tahun, ada 24.000 tahanan yang baru masuk.
Namun, Kemenkumham hanya mampu menyediakan tempat bagi kurang dari 5.000 tahanan per tahun.
"Coba bayangkan defisitnya, sehingga overcapacity itu satu hal yang sangat mengerikan," ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan, sekitar 50 persen tahanan yang masuk itu berasal dari kasus narkoba.
Oleh karena itu, ia berharap kasus narkoba harus menjadi agenda besar pemerintah Indonesia.
Jika tidak, bandar narkoba akan terus menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar. Pemberian remisi kasus narkoba juga menjadi keniscayaan untuk menangani masalah kelebihan kapasitas ini.
"Kalau yang tidak memenuhi syarat, maka tidak dapat. Kalau terus-terusan tidak dikasih remisi, matilah kita ini over kapasitas, tapi yang memenuhi syarat. Kalau bandar tidak (diberi remisi)," ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan, kebijakan redistribusi tahanan dari penjara yang kelebihan kapasitas ke lapas yang kosong juga menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas.
"Misalnya dari Jakarta, Jawa Barat, itu karena Jawa Tengah masih kosong, itu kita redistribusi ke Jawa Tengah," ujar Yasonna.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/20/17280751/kelebihan-kapasitas-lapas-dan-rutan-masih-jadi-catatan-mengerikan