Kepala BPJPH Sukoso mengatakan, 90 persennya akan ditutup dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber-sumber pembiayaan lainnya.
"Tadi saya katakan bisa di-cover oleh APBN. Bisa juga di-cover oleh perusahaan besar yang memiliki konsistensi untuk mencapai sertifikasi halal, CSR-nya itu bisa dialihkan ke sana," kata Sukoso ditemui di Kantor Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Sukoso mengatakan, mengenai tarif ini masih dibahas dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
(Baca: MUI Sebut Telah Jalin Kerja Sama dengan Korea soal Sertifikasi Halal)
Di dalamnya juga akan diatur soal jenis dan tarif, serta subsidi dari APBN dan sumber-sumber pembiayaan lainnya seperti dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Sementara itu, ketika ditanya mengenai kepastian sumber pembiayaan dari CSR, Sukoso tidak menjelaskan lebih detil. Sebagai informasi, Rancangan Undang-undang tentang CSR hingga saat ini saja belum menemukan titik temu antara pemerintah dan dunia usaha.
"Kalau masalah (RUU CSR) itu kan masalah... Ini kan kami menyampaikan sebuah pemikiran," kata dia.
"Perkara itu nanti terhambat oleh suatu keadaan UU, dan sebagainya, tentu kami harus mencari solusi lainnya," ucap Sukoso.
(Baca: Menag: MUI Tak Perlu Laporkan Pendapatan dari Proses Sertifikasi Halal)
Usulan jenis sertifikasi halal memuat sembilan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yaitu sertifikasi halal baru, pembaruan sertifikasi halal, akreditasi lembaga pemeriksa halal (LPH), registrasi LPH dalam negeri, registrasi lembaga halal luar negeri, registrasi produk halal luar negeri, registrasi auditor halal, bimbingan teknis keahlian penyelia, dan pengujian laboratorium halal.
Sedangkan tarifnya yaitu untuk sertifikasi halal baru (Rp 1,65 juta), pembaruan sertifikasi halal (Rp 1,45 juta), akreditasi lembaga pemeriksa halal (LPH) (Rp 2,86 juta), dan registrasi LPH dalam negeri (Rp 800.000).
Kemudian tarif untuk registrasi lembaga halal luar negeri (Rp 10,9 juta), registrasi produk halal luar negeri (Rp 4,5 juta) registrasi auditor halal (Rp 600.000), bimbingan teknis keahlian penyelia (Rp 2,7 juta-Rp 3,9 juta), dan pengujian laboratorium halal (Rp 270.000-Rp 1 juta).
https://nasional.kompas.com/read/2017/10/30/17421071/umkm-diusulkan-hanya-kena-0-persen-dari-tarif-sertifikasi-produk-halal