Pekan ini, tepatnya 25 dan 26 Oktober, saya ke Brebes, Pemalang, dan Kabupaten Pekalongan. Di Brebes meresmikan lima jalan layang yang krusial untuk kelancaran jalur mudik. Di antaranya empat flyover yang sudah dicoba pada mudik 2017 dan berhasil. Alhamdulillah, kejadian macet panjang di Brebes Exit alias "Brexit" pada 2016 tidak terulang tahun ini.
Selama roadshow, saya bertemu banyak warga. Semangat dan antusiasme warga begitu kental terasa dalam perbincangan yang hangat setiap pertemuan.
Melihat optimisme pelaku UMKM, tawa para pedagang, keinginan kuat untuk maju dari petani dan semangat belajar tinggi anak-anak pelajar membuat saya begitu yakin bahwa kekuatan bangsa ini tidak boleh diremehkan. Kuncinya persatuan.
Namun, satu yang paling berkesan dalam perjalanan kemarin adalah ketika mengajar di SMA Negeri 1 Bojong, Pekalongan. Kegiatan Gubernur Mengajar ini sudah saya lakukan sejak 2013 dan terus berlangsung sampai sekarang. Mungkin sudah ratusan sekolah yang saya datangi dan menjadi guru dadakan.
Nah, di SMA Negeri 1 Bojong ini, ternyata siswanya tidak hanya berasal dari Pekalongan. Ada yang dari kabupaten lain di Jateng, bahkan dari ujung paling timur Indonesia.
Ya, ada siswa dari Papua. Tidak hanya satu anak, tetapi tiga. Mereka adalah Febbi Afrelia Gobai, Diana Felby Kafar, dan Novita Melani Rumajauw. Sebab saya terkesan adalah mereka mampu menerapkan semangat ke-Indonesia-an dengan nyata. Tidak sekadar pidato atau retorika.
Saudara-saudara, anak-anak Papua ini bisa nembang Jawa. Di depan saya, mereka menembangkan "Pocung" dengan lancar dan fasih sekali. Saya yakin, jika hanya mendengar suara, tidak akan menyangka tembang itu dinyanyikan siswa asli Papua.
Di akhir tembang "Pocung" mereka kembali mengagetkan saya. Tembang Jawa itu disambung dengan lagu daerah Papua. "Hee yamko rambe yamko aronawa kombe..."
Ketika keterpukauan ini saya sangka sudah pada puncaknya, mereka kembali membuat saya terpana. Oo.. ternyata masih ada tiga lagi anak Papua di sini. Tina, Hizqia, dan Fernando.
Ketiganya yang mengenakan baju adat Papua itu maju serentak, ikut bernyanyi dan menari dengan rancak. "Hongke hongke hongke riro.. Hongke jombe jombe riro..."
Saya tak bisa menahan diri untuk bertanya pada mereka setelah menari. Seperti biasa setiap Kamis di Jawa Tengah adalah waktunya Kamis Jawi. Meski tahu anak-anak ini dari Papua, saya awalnya iseng bertanya dengan Bahasa Jawa.
Betapa kagetnya saya ketika mereka pun menjawab dengan Bahasa Jawa pula. Lancar, fasih, lengkap dengan logat dan medhok-medhoknya.
"Nami kula Diana Felby Kafar, kelas XII, asale saking Kabupaten Biak. Kula kepingin dados bupati."
(Nama saya Diana Felby Kafar, kelas XII, asal dari Kabupaten Biak. Saya ingin jadi bupati)
Ketika banyak orang asli Jawa tidak bisa ngomong dengan bahasa ibunya, anak-anak muda Papua ini melakukannya dengan luar biasa. Diana dan kawan-kawan seusianya yang acap diledek dengan istilah "kids zaman now" ini justru mengingatkan kita arti penting budaya sebagai perekat ke-Indonesia-an kita.
Padahal berkepribadian dalam kebudayaan adalah salah satu konsep Tri Sakti Bung Karno, Sang Founding Father kita. Padahal, bahasa yang menjadi salah satu dari tiga poin dari Sumpah Pemuda, adalah bagian kebudayaan juga.
Jangan lupakan Adi Pramudya asal Juwana, Pati, penerima Kick Andy Heroes karena tanaman rempah-rempahnya mendunia. Ingatlah juga Anif Muchlasin, warga Purbalingga yang jualan jagung untuk mendidik pemuda desa sehingga menjadi juara Pemuda Pelopor Jateng 2017.
Mereka hanya contoh, saya yakin masih banyak pemuda-pemuda, baik perseorangan maupun terorganisasir di karang taruna, pramuka, relawan bencana, dan organisasi kepemudaan lainnya.
Mereka berjuang dan menginspirasi dengan caranya sendiri. Anak-anak muda di era milenial yang bersemangat, cerdas, berbudaya, berani, dan berdikari.
Terima kasih telah mengisi kemerdekaan dengan karya. Melakukan sebenar-benarnya apa yang disumpahkan para pemuda dari penjuru Indonesia pada Kongres Pemuda kedua 28 Oktober 1928 di Jakarta.
Selamat Hari Sumpah Pemuda
https://nasional.kompas.com/read/2017/10/28/10370041/sumpah-pemuda-milenial