Hal ini menyusul hasil Tim Kajian Elektabilitas Partai Golkar yang menyatakan bahwa partai berlambang pohon beringin itu mengalami penurunan elektabilitas karena status tersangka Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.
"Apapun hasil praperadilan ditolak atau diterima, tidak ada kaitan dengan DPP. Urusan kami adalah evaluasi terhadap kinerja partai untuk menang," ujar Nurdin, di sela Rakornis Partai Golkar di Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (29/9/2017).
Baca: Hakim Cepi: Tak Sah Penetapan Tersangka Setya Novanto oleh KPK
Penurunan elektabilitas partai, kata Nurdin, perlu diantisipasi agar tak semakin menurun. Sebab, Golkar akan menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Dengan demikian perlu ada akselerasi kinerja partai untuk mendapat hasil maksimal di pemilu mendatang.
Ia menambahkan, saat ini elektabilitas Golkar berada pada angka yang mengkhawatirkan.
Sempat berada di atas 20 persen pada 2012, elektabilitas Golkar turun drastis menjadi di bawah 12 persen pada 2014.
Bahkan, saat ini elektabilitas Golkar sudah dikatakan 'lampu kuning'.
"Oleh karena itu di semua tingkatan harus mencari langkah-langkah terobosan untuk meningkatkan elektabilitas partai dalam rangka memenangkan pemilu," kata Nurdin.
Baca: Rekam Jejak Hakim Cepi Iskandar yang Memimpin Praperadilan Novanto
Hakim Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.
Dalam putusannya, penetapan tersangka Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap tidak sah.
"Menyatakan penetapan pemohon Setya Novanto sebagai tersangka dinyatakan tidak sah," ujar hakim Cepi.
Menurut hakim, KPK harus menghentikan penyidikan kasus Novanto.
Hakim memberikan putusan tersebut setelah menimbang sejumlah hal, antara lain dalil gugatan pihak pemohon Setya Novanto, jawaban atas gugatan dari termohon KPK serta bukti dan saksi-saksi yang diajukan kedua belah pihak.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/29/18450541/nurdin-halid-tegaskan-kepemimpinan-novanto-di-golkar-tetap-dievaluasi