Faisal mencontohkan, salah satunya di sektor pertanian. Menteri Pertanian selalu menggembar-gemborkan soal swasembada yang seolah-olah menjadi kunci penilaian kinerjanya.
"KPI-nya bukan kesejahteraan petani", kata Faisal dalam sarasehan nasional "Nasib Petani di Era Jokowi" di Graha Gus Dur, Jakarta, Selasa (26/9/2017).
Padahal, menurut Faisal, kesejahteraan petani terus mengalami penurunan. Nilai Tukar Petani (NTP) yang mencerminkan daya beli petani turun dalam tiga tahun pemerintahan Joko Widodo, dari 102,87 pada 2014 menjadi 101,60 pada 2016.
"Jadi, selama tiga tahun Jokowi berkuasa, petani semakin tidak sejahtera, khususnya petani pangan," kata mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas itu.
Selain mencermati daya beli petani yang terus merosot, Faisal juga mengkritisi kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras yang dikeluarkan Menteri Perdagangan.
Dia memperkirakan penerapan HET akan menekan harga di tingkat petani. Pasalnya, harga atasnya tidak boleh lebih dari Rp 9.450 per kilogram (untuk jenis medium). Sementara pedagang tidak mau jika keuntungannya berkurang.
"Satu-satunya yang paling gampang ditekan adalah petani, karena posisinya sangat lemah," kata Faisal.
Faisal berharap Pemerintah Jokowi benar-benar bisa mendorong dan memperkuat sektor pertanian. Sebab, tanpa sektor pertanian yang kuat, sektor industri pun akan keteteran dan ekonomi akan melemah.
"23 persen penduduk Indonesia masih kerja di sektor pertanian. Kalau daya belinya rendah, tidak bisa beli barang-barang industri, ekonomi akan menjadi lemah secara keseluruhan," ujar Faisal.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/26/21143461/faisal-basri-nilai-indikator-kinerja-mentan-perlu-diperbaiki