Ia dianggap tidak patut melontarkan pernyataan yang mendiskriditkan sesama penegak hukum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum mengatakan pihaknya tak ambil pusing atas kritik tersebut.
"Ya tidak apa-apa. Tetap pendapat itu saja yang disampaikan. Kalau ada yang mau kritik, silakan," ujar Rum saat dihubungi, Selasa (12/9/2017).
Rum mengatakan, dalam demokrasi, siapapun bebas berpendapat. Saat ditanya apakah kritik itu akan menjadi masukan kejaksaan, Rum bersikeras bahwa pihaknya tetap pada pernyataan yang dilontarkan Prasetyo.
(Baca: Presiden, Jaksa Agung, dan Usulan Amputasi Kewenangan KPK...)
"Tidak ada, kami tidak perhatikan itu. Pokoknya apa yang dikatakan Jaksa Agung, sudah itu saja. Kan tidak semua orang sependapat," kata Rum.
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017), Prasetyo menyampaikan bahwa tak boleh ada lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa, termasuk lembaga penegak hukum.
"Lembaga apapun, bukan hanya lembaga hukum. Lembaga apapun. Kalau tidak terkontrol ya bisa sewenang-wenang," kata Prasetyo.
Menurut dia, hal itu juga disampaikan lembaga pemberantasan korupsi di Singapura dan Malaysia saat berkunjung ke kejaksaan.
Kedua lembaga itu, kata dia, sependapat bahwa institusi penegak hukum yang diberi kewenangan luar biasa dan tanpa kontrol cenderung akan sewenang-wenang. Oleh karena itu, ia menyarankan agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada korps Adhyaksa.
(Baca: Kata Jaksa Agung, Tak Boleh Ada Lembaga dengan Kewenangan Luar Biasa)
"Baik KPK Singapura dan Malaysia terbatas pada fungsin penyelidikan dan penyidkan saja. Dan meskipun KPK Malaysia memiliki fungsi penuntutan tapi dalam melaksankana kewenangan tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu ke Jaksa Agung Malaysia," ujar Prasetyo.
Prasetyo juga mengkritisi penanganan kasus korupsi dengan operasi tangkap tangan. Menurut dia, seharusnya pemberantasan korupsi dilakukan melalui penegakan hukum yang berbasis pencegahan, seperti diterapkan Singapura dan Malaysia.
"Penindakan kasus korupsi dengan melakukan operasi tangkap tangan yang dilaksanakan di negara kita yang terasa gaduh dan ingar-bingar namun IPK indonesia dalam beberapa tahun ini tidak mengalami kenaikan yang signifikan," kata Prasetyo.
(Baca: Jaksa Agung Anggap OTT Bikin Gaduh, Apa Kata KPK?)
Pernyataan-pernyataan tersebut menuai kritik sejumlah pihak. Salah satunya anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter yang menganggap Prasetyo tidak patut berkomentar mengenai kinerja penegak hukum lain. Prasetyo diminta lebih baik introspeksi diri dengan kinerja kejaksaan saat ini.
"Daripada mengomentari kerja KPK, lebih baik perbaiki saja internal kejaksaan," ujar Lola.
Lola menduga Jaksa Agung merasa terganggu dengan OTT yang dilakukan KPK. Sebab, tak sedikit jaksa yang terjaring tangkap tangan. Belum lagi tertangkapnya jaksa-jaksa nakal oleh tim sapu bersih pungli.
Tanpa adanya OTT, kata Lola, mustahil Kejaksaan bisa melakukan pembenahan di internal dengan pencegahan yang dikedepankan Prasetyo.
"Jaksa Agung harusnya berterima kasih kepada KPK karena sudah membantu membersihkan kejaksaan dari oknum-oknum jaksa nakal," kata Lola.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/12/16422611/kejagung-tak-pedulikan-kritik-terhadap-jaksa-agung-soal-evaluasi-kpk