Artinya, remisi diberikan kepada seluruh narapidana kasus apa pun, termasuk kasus korupsi.
Hal ini disampaikan Muhammad Rullyani, kuasa hukum kelima terpidana tersebut dalam sidang uji materi terkait ketentuan remisi yang diatur pada Pasal 14 Ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Sidang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
"Putusan MA nomor 2368, sebelum masuk petitum, itu terdapat yurisprudensi bahwa pada hakikatnya hak remisi bersifat universal, halaman 40 dalam uraian permohonan kami, atas nama terdakwa Muchtar Effendi sudah diuraikan secara eksplisit bahwa hak remisi bersifat universal," kata Rullyani, dalam persidangan.
Baca: Jimly: Napi Korupsi Berhak Dapat Remisi, tetapi Tidak Wajib Dikasih
Dengan alasan tersebut, lanjut Rullyani, pihaknya berharap MK menjadikannya sebagai bahan pertimbangan atas permohonan yang diajukan.
"Kami berharap masukan ini sebagai hal-hal yang memberikan pencerahan dalam permohonan kami dan memperkuat dalil dalil argumentasi kami," kata dia.
Melalui permohonan ini, para pemohon meminta MK menyatakan bahwa ketentuan Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai, “remisi berlaku diskriminatif”.
Jika memang pasal tersebut dianggap perlu dipertahankan, maka harus dimaknai bahwa pemberian remisi berlaku secara umum tanpa diskriminasi.
Baca: Napi Kasus Korupsi Anggap Remisi adalah Hak yang Tak Bisa DihilangkanAdapun putusan lainnya, menyatakan bahwa Pasal 14 Ayat 1 huruf i UU Pemasyarakatan harus dimaknai berlaku untuk seluruh narapidana dengan syarat:
a. Berkelakuan baik;
b. Sudah menjalankan masa pidana sedikit-dikitnya enam bulan;
c. Tidak dipidana dengan penjara seumur hidup;
d. Tidak dipidana dengan hukuman mati.
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/11/20262991/terpidana-korupsi-di-sidang-mk-remisi-bersifat-universal