Salin Artikel

Manuver Pansus Angket dan Ancaman KPK Dilemahkan

Sejumlah anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perlu adanya pengurangan kewenangan KPK hingg merevisi UU KPK saat ini.

Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi, misalnya, menilai bahwa kewenangan penuntutan idealnya hanya berada di Kejaksaan. Dengan demikian, Kepolisian dan KPK akan fokus pada fungsi penyelidikan dan penyidikan.

"Penuntutan tetap satu pintu di Kejaksaan," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

(Baca: Pimpinan Pansus Angket: Tak Diawasi, Terjadi Pembusukan di Internal KPK)

Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) memang tak pernah disebutkan bahwa KPK berwenang untuk mengeksekusi perkara. Kerja KPK saat ini, kata dia, sudah menabrak UU.

"Dalam UU KPK adalah jaksa melakukan penuntutan secara administratif," tuturnya.

Anggota Pansus Hak Angket KPK daei Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menyebutkan, salah satu rekomendasi yang perlu dihasilkan pansus adalah evisi UU KPK. Namun, substansi revisi masih menjadi perdebatan.

"Kami tidak peenah melihat UU KPK sebagai bible. Artinya bisa direvisi. Tinggal substansinya mau gimana," ujar dia.

Tak menutup kemungkinan ada penyesuaian fungsi dalam rangka menata sistem peradilan pidana terintegrasi (integrated criminal justice system). Ia menilai, Kejaksaan seharusnya fokus melakukan penuntutan. Sedangkan kewenangan penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan nantinya dihilangkan.

Nantinya KPK diharapkan fokus pada pencegahan, penyelidikan dan penyidikan. Tak melakukan penuntutan.

(Baca: Gerindra: Pansus Angket Jangan Lakukan Pembusukan terhadap KPK)

"PPP tidak setuju kalau kewenangan penuntutan KPK dicabut tapi enggak diikuti dengan perbaikan Kejaksaan. Kejaksaan konsekuensinya harus dicabut kewenangan penyelidikan dan penyidikan," tutur Arsul.

Hal serupa diungkapkan Anggota Pansus Hak Angket KPK dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Idealnya, kata dia, semua fungsi diberikan terpisah.

"Pure jaksa adalah penuntutan, polisi adalah lidik dan sidik, KPK lidik sidik," kata Ketua Komisi III DPR itu.

Namun, nantinya fungsi-fungsi tersebut harus terkontrol. Polisi dan KPK harus berbagi tugas untuk turun tangan menangani kasus, sedangkan Kejaksaan juga harus teekontrol agar tak ada kasus-kasus yang menggantung.

Dalam waktu dekat, Komisi III juga akan menggelar Forum Group Discussion (FGD) ke kampus-kampus di seluruh Indonesia untuk menjaring aspirasi dalam merevisi UU terkait penegakan hukum, yakni UU Kepolisian, UU KPK dwn UU Kejaksaan.

Selain itu, wacana Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) akan diberikan kewenangan penyadapan juga akan dibahas.

"Kami akan lakukan penataan ulang hukum," tutur Bambang.

Pemisahan fungsi tersebut akan menjadi salah satu rekomendasi pansus angket.

"Iya (akan jadi salah satu rekomendasi). Dan juga (rekomendasi) Komisi III," ucap Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu.

"Selaras antara Komisi III dan KUHP, output-nya semua di garis yang sama," sambung dia.


KPK dikerdilkan

Penghilangan kewenangan KPK dinilai bukan sebagai hal baru, melainkan sudah diskenariokan sejak lama.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, pansus hanya menjadi jembatan untuk merealisasikan revisi UU KPK yang sudah direncanakan sejak lama. Apalagi, pengembalian kewenangan penuntutan ke Kejaksaan juga tercantum dalam draf revisi UU KPK beberapa waktu lalu.

"Pansus itu hanya sebagai anak tangga saja untuk masuk pada tujuan yang sesungguhnya, menggerogoti KPK. Tujuan ini sudah diskenariokan sejak lama," kata Donal saat dihubungi, Selasa.

Menurutnya, pencabutan kewenangan KPK mau diambil tanpa dasar yang jelas.  Pansus dinilai tak mampu menunjukan bahwa ada masalah pada tingkat penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan di KPK sehingga harus dihilangkan.

(Baca: Di Rapat Pansus, Ikatan Hakim Pertanyakan Kewenangan KPK sebagai Penyidik dan Penuntut Umum)

Ia menduga, upaya keras DPR melucuti kewenangan KPK salah satunya didasari fakta bahwa sejak KPK berdiri hingga Juni 2017, sudah 134 anggota DPR/DPRD dicokok karena kasus korupsi.

Hal itu tak dilakukan oleh penegak hukum lain. Kepolisian maupun Kejaksaan, kata Donal, kerap kali tak masuk wilayah korupsi politik. Padahal, wilayah tersebut dianggap sebagai jantung terjadinya korupsi di Indonesia.

Misalnya, kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menunjukan bahwa permainan dilakukan sejak pembahasan anggaran.

"Penegak hukum lain tidak pernah masuk ke situ. KPK selalu masuk ke wilayah itu. Dan ini yang membuat mereka terasa terganggu. Sehingga ada pikiran untuk menghilangkan kewenangan itu," tuturnya.

Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dalam forum rapat bersama pansus Senin lalu mengeluhkan soal jaksa dari Kejaksaan yang merasa dianaktirikan dibandingkan dengan jaksa KPK.

Ketua PJI Noor Rachmad saat itu mengatakan, dengan segala keistimewaan yang dimiliki, KPK justru hadir sebagai kompetitor. 

(Baca: Pengurangan Kewenangan KPK Diwacanakan Jadi Salah Satu Rekomendasi Pansus)

Keluhan-keluhan tersebut, kata Donal, bukan dilahirkan oleh institusi KPK melainkan karena institusi yang bersangkutan belum bekerja efektif.

"Kalau kewenangannya belum efektif dan institusinya belum efektif, bukan justru menggerogoti kewenangan lembaga lain sehingga terlihat efektif," kata Donal.

Wacana pembentukan Densua Tipikor pun dinilai sebagai salah satu bagian dari upaya melucuti kewenangan KPK.

"Ini skenario yang sudah mereka siapkan. Kewenangan KPK digerogoti dan kemudian kewenangan lembaga lain diperkuat," tuturnya.

Tunduk pada Kejaksaan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menuturkan, struktur KPK nantinya menjadi seolah berada di bawah Kejaksaan jika kewenangan penuntutan hanya diberikan kepada Kejaksaan. Tak ada alat yang bisa memaksa Kejaksaan untuk wajib menindaklanjuti perkara di KPK.

Berkas penyidikan KPK bisa saja dikembalikan dengan alasan belum lengkap dan lainnya. Berbelitnya birokrasi dan banyaknya kasus yang masuk ke Kejaksaan pada akhirnya akan membuat proses kasus-kasus korupsi berjalan lambat.

"Seiring dengan itu orang akan makin tidak respek terhadap KPK karena dianggap tuntutannya terlalu lemah. Sehingga jangankan di pengadilan, di Kejaksaan saja ditolak," tutur Ray.

Revisi UU KPK sendiri jika dibiarkan akan berpotensi meluas ke pasal-pasal lainnya, tak terbatas pada kewenangan. Ray menyebutkan misalnya soal penyidik independen, penyadapan hingga kewenangan penyadapan. Hal itu, dinilai jelas melemahkan komisi antirasuah.

"UU itu kan satu bangunan. Jadi kalau satu bangunannya dikoreksi biasanya punya kaitan dengan bangunan bangunan atau pasal-pasal lain. Kadang itu sesuatu yang tak terelakan," tuturnya.

Presiden Joko Widodo pun diminta untuk tegas merespons hal ini. Sebab saat ini, ia melihat sikap presiden masih 50:50 alias tak ada kecenderungan pada sikap tertentu. Misalnya seperti pernyataan bahwa presiden tak mau melemahkan KPK. Kata "melemahkan" tersebut tak memiliki ukuran yang jelas.

"Kalau beliau termasuk setuju (revisi UU KPK), ya itu kemalangan demokrasi kita," kata Ray.

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/06/09053031/manuver-pansus-angket-dan-ancaman-kpk-dilemahkan

Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke