Salin Artikel

HTI Ajukan Gugatan "Judicial Review" Perppu Ormas ke MK

Pendaftaran gugatan dilakukan HTI pada Selasa (18/7/2017) sore dengan didampingi kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra.

"Kami sudah daftarkan permohonan uji materi Perppu Nomor 2 Tahun2017 atas nama Pemohon adalah HTI," ujar Yusril di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

"Kami ajukan ke MK untuk menguji beberapa pasal maupun keseluruhan dari ketentuan yang terdapat dalam perppu, yang kami anggap bertentangan dengan UUD 1945," kata dia.

Yusril menjelaskan, melalui gugatan tersebut pihaknya bermaksud membatalkan beberapa pasal yang berpotensi multitafsir. Selain itu, lanjut Yusril, terdapat ketidakjelasan mengenai definisi ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

"Hemat kami, pasal multitafsir bisa digunakan sewenang-wenang oleh penguasa terhadap ormas yang berseberangan pendapat dengan pemerintah. Khususnya terkait rumusan mengandung ketidakjelasan norma yaitu suatu ormas bisa dibubarkan karena menganut, menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila," ucapnya.

Sebelumnya, Yusril sempat mengkritik beberapa pasal yang bersifat karet, tumpang tindih dengan peraturan hukum lain dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dia mencontohkan Pasal 59 Ayat (4) sebagai salah satu pasal yang bersifat karet. Pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c menyebutkan, "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945."

Namun, lanjut Yusril, perppu tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai penafsiran paham yang bertentangan dengan Pancasila. Di sisi lain penafsiran sebuah paham tanpa melalui pengadilan akan memunculkan tafsir tunggal dari pemerintah.

"Pasal ini karet karena secara singkat mengatur paham seperti apa yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam bagian penjelasan tidak mengatur norma apa pun," kata Yusril.

"Dan penafsiran sebuah ajaran, kalau tidak melalui pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda antara satu rezim dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menafsirkan," ucapnya.

Yusril juga menyoroti Pasal 59 Ayat (4) Huruf a mengenai larangan ormas melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan.

Dia menegaskan, ketentuan dalam pasal tersebut juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan sanksi hukum yang berbeda. Dengan begitu, kata Yusril, tumpang tindih peraturan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Pasal 59 mengenai larangan tindakan permusuhan SARA itu sudah diatur dalam KUHP, tapi sanksinya berbeda. Jadi mau pasal mana yang akan dipakai. Hal ini menunjukkan tidak ada kepastian hukum," kata Yusril.

Selain itu, Yusril juga mengkritik mengenai penerapan ketentuan pidana dalam Pasal 82A. Pasal itu menyatakan bahwa anggota atau pengurus ormas bisa dipidana penjara jika melanggar ketentuan perppu.

(Baca: Kritik Yusril terhadap Ketentuan Pidana dalam Perppu Ormas)

Sebelumnya, ketentuan mengenai penerapan sanksi pidana tidak diatur dalam UU Ormas.

"Ini kan tidak jelas. Di Pasal 59 mengatur hal-hal yang dilarang dilakukan oleh organisasi, tapi di Pasal 82A mengatur pidana yang menghukum orang," tuturnya.

Sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan mengaku tidak keberatan dengan langkah HTI dalam mengajukan uji materi terhadap Perppu Ormas. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan bahwa Istana sangat menghormati langkah HTI.

"Sebab hak konstitusional bisa dilakukan oleh siapa pun," ujar Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/7/2017).

Namun, Istana yakin akan isi dalam Perppu tersebut. Pramono mengatakan, Perppu itu bukan diproses hanya di tataran pemerintah, melainkan dengan lembaga lain, salah satunya Mahkamah Konstitusi (MK).

(Baca: Istana Persilakan HTI Gugat Perppu Ormas ke MK)

https://nasional.kompas.com/read/2017/07/18/18262621/hti-ajukan-gugatan-judicial-review-perppu-ormas-ke-mk

Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke