Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Pansus Tak Ingin Pemilu Kembali Pakai UU Lama

Kompas.com - 11/07/2017, 12:30 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), Yandri Susanto mengatakan, pihak Pansus cenderung tak setuju jika pemilu kembali berdasarkan Undang-Undang Pemilu lama.

Sebab, pembahasan di pansus RUU Pemilu sudah berlangsung sejak jauh hari dan intensif.

"Kalau kami sudah siang malam membahas, enggak setuju kembali ke undang-undang lama," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Meski begitu, kembali ke undang-undang lama, menurut dia, adalah hak pemerintah. Yandri menuturkan, pihaknya menginginkan agar hasil pembahasan Pansus diterima oleh semua pihak apa pun hasilnya.

Begitu juga pemerintah. Sebaiknya, kata Yandri, pemerintah ikut dengan hasil yang telah diputuskan partai-partai di DPR.

"Tapi kalau pemerintah ambil posisi sesuai dengan haknya untuk menarik diri, ya kami enggak bisa apa-apa," ucap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Pembahasan lima isu krusial masih alot, terutama pada poin ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Meski begitu, Yandri memastikan paripurna pengesahan RUU Pemilu akan sesuai jadwal yang ditentukan, yakni 20 Juli.

"Jadwalnya 20 Juli enggak akan diundur," tutur dia.

Pemerintah sebelumnya mengancam menarik diri dari pembahasan RUU Pemilu yang tengah berlangsung di DPR jika terus terjadi kebuntuan soal presidential threshold.

(Baca: Pemerintah Ancam Menarik Diri jika "Presidential Threshold" Diubah)

Pemerintah juga bersikeras menggunakan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Sementara, suara fraksi di DPR saat ini terbelah dalam tiga opsi, yaitu mengikuti pemerintah, 0 persen, dan 10-15 persen.

(Baca juga: Opsi "Presidential Threshold" 10-15 Persen Menguat)

Kompas TV RUU Pemilu Dibayangi “Deadlock”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com