JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, tidak menyangka dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Handang merasa bahwa ia bukanlah pelaku utama dalam perkara suap yang menjeratnya.
Menurut Handang, ada pihak-pihak lain yang seharusnya menjadi pelaku utama dan ikut bertanggung jawab secara hukum.
Salah satunya adalah Kepala Kantor Wilayah Pajak DJP Jakarta Khusus, Muhammad Haniv.
"Ya seharusnya dia (Haniv) yang ikut bertanggung jawab, dia yang memutuskan dan sebelum Pak Mohan ketemu saya, Pak Mohan sudah ketemu Pak Haniv," ujar Handang, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Dalam kasus ini, Handang disebut menerima suap dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, R Rajamohanan Nair, sebesar Rp 1,9 miliar.
Baca: Jaksa KPK Yakin Ada Peran Dirjen Pajak dan Adik Ipar Jokowi
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Handang selaku pejabat di Ditjen Pajak membantu mempercepat penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi PT EK Prima.
Handang mengatakan, sebelum bertemu dengannya, Mohan lebih dulu menemui Haniv.
Mohan lebih dulu meminta Haniv agar membantu menyelesaikan masalah perpajakan PT EK Prima.
Menurut Handang, bantuan Haniv kepada Mohan terbukti dengan dilakukannya pembatalan dan surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN) PT EK Prima senilai Rp 78 miliar.
Dengan demikian, tagihan pajak yang seharusnya dibayarkan PT EK Prima menjadi nihil.
Apalagi, menurut Handang, setelah STP PPN dibatalkan, Haniv memerintahkan anak buahnya, Hilman Flobianto, untuk memanggil Mohan. Diduga, pemanggilan tersebut untuk meminta uang.
"Secara vulgar memang tidak. Tapi setelah pembatalan STP keluar, dia suruh anak buahnya untuk telepon Mohan, tujuannya apa? Karena saya kan tidak kenal Pak Hilman, yang telepon Pak Mohan itu Pak Hilman," kata Handang.
Selain itu, dalam persidangan Handang juga mengakui akan memberikan kepada Haniv sebagian dari uang Rp 6 miliar yang akan ia terima dari Mohan.