JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil pegawai Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pegawai Kementerian Agama RI, Selasa (13/6/2017).
Pemanggilan tersebut dalam rangka pemeriksaan kasus dugaan suap pengadaan kitab suci Al Quran di Ditjen Binmas Islam Kementerian Agama tahun 2011-2012 dan pengadaan laboratorium komputer MTS.
Mereka yang dipanggil KPK yakni PNS Sekretariat Jenderal DPR RI Sekretariat Komisi VIII DPR RI Kalpika Hendra, PNS Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI Mohammad Zen, dan Kabag Umum Ditjen Binmas Islam Kemenag RI H Yoseni.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk Fahd El Fouz Arafiq yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FEF," kata Febri, saat dikonfirmasi, Selasa.
KPK telah menetapkan Fahd sebagai tersangka dalam kasus pengadaan Al Quran.
KPK baru membuka lagi kasus ini setelah vonis dijatuhkan pada dua terdakwa, lima tahun lalu.
Baca: Fahd Sebut Semua Anggota Komisi VIII DPR Terlibat Korupsi Al Quran
Mereka adalah mantan politisi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetia. Zulkarnaen divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Sementara anaknya divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Dalam vonis hakim kepada Zulkarnaen dan Dendy, keduanya disebut bersama-sama dengan Fadh telah mengintervensi pejabat Kementerian Agama (Kemenag) untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.
Selain itu, menurut majelis hakim, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 dan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Fahd diduga menerima fee dari kedua proyek itu sebesar Rp 3,4 miliar.
Fahd sebelumnya pernah menjadi pesakitan KPK.
Pada 2012, ia divonis 2,5 tahun penjara karena dianggap terbukti bersama-sama menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati, dalam mengupayakan tiga kabupaten di Aceh sebagai daerah penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah tahun 2011.